Rain

Rain Cloud

Sabtu, 30 November 2013

FF CHOI'S FAMILY

CHOI'S FAMILY (part 1)
Tittle       : Choi's Family
Aauthor    : Sae
Cast         : Choi Siwon              Im Yoona
                 Choi Sooyoung         Tiffany Hwang
                 Choi Minho
                 Choi Sulli
Genre       : Family, romance
Chapter     : 1

Annyeonghasseo readers...aku bawa ff baru loh. sebenarnya ini ff untuk selingan saja, author benar-benar masih belum punya ide buat nerusin ff special high school, dan waktu untuk ide ceritanya itu juga belum sempat, author benar-benar sangat sibuk..(curcol:p). Sebenarnya author cuma iseng nulis ff ini saat dikelas lagi ngedengerin dosen ceramah, eh ternyata keterusan..haha. Singkat kata pokoknya makasih buat readers yang selalu setia, nantikan terus ya ff selanjutnya. Gomaweoyeo readers...


Happy reading^^...

…Choi family...

Choi Siwon, jika namaku disebut sebagian besar akan langsung menunjuk pada pewaris CG grup perusahaan Departemen Store terbesar di Korea. Yah, hidupku laksana sebuah saham dengan nilai mata uang won yang tinggi. Hidupku seperti scenario yang sudah ditentukan sejak lahir jalannya. Tentu saja, tanpa predikat” Choi” mungkin aku bukan siapa-siapa.

Sejak umurku lima tahun, aku belum mengerti kenapa Appa selalu membawaku kekantor, mengenalkan setiap sudut gedung megah yang ia sebut dengan kantor, membiasakanku beradaptasi di lingkungannya, pada karyawan sampai petinggi perusahaan. Saat umurku sepuluh tahun, Appa mulai mengenalkan tumpukan berkas di meja kerjanya, mengajariku istilah penting yang aku sendiri tidak tahu, saham, investor, dan entahlah apa namanya, yang jelas itu adalah istilah-istilah yang tidak akan pernah didapat oleh anak umur sepuluh tahun pada umumnya.. Hingga aku menginjak umur tiga belas tahun  aku baru menyadari itu semua, sebuah takdir yang akan menjadi jalan hidupku, beban berat yang harus aku pikul, beban sebagai pewaris CG grup.

Aku melajukan mobilku perlahan masuk kesebuah rumah mewah bergaya klasik-modern yang terletak di Songsamdong, mereka menyebutnya dengan kawasan elite, kawasan keluarga chaebol(kaya raya). Rumah dengan halaman yang luas, rumput hijau dan taman bunga yang diselimuti salju, rumah keluarga Choi, rumah yang sudah 25 tahun aku tempati. Aku turun dari mobil dan berjalan masuk kedalam, beberapa pelayan membungkuk dan memberi salam. Ruang utama terlihat sepi, aku melirik jam tangan, ternyata masih pukul 7 p.m , lalu berjalan ke ruang keluarga dan menghempaskan tubuhku ke sofa empuk yang menghadap ke layar televisi berukuran besar.

“minho oppa!! Cepat berikan padaku…ponselku…” terdengar suara langkah kaki yang berkejaran membuat ruangan seketika menjadi berisik. Choi Minho dan Choi Sulli, mereka adalah dua adikku, Sulli masih duduk dibangku sma kelas 11 sedangkan Minho dua tahun lebih tua dari Sulli sudah masuk universitas.
“cepat kembalikannn…” Sulli berjinjit-jinjit mencoba meraih ponselnya yang sedang dipegang Minho tinggi-tinggi. Yah, mereka berdua adalah “peramai” suasana dirumah ini, Minho sangat suka menggoda Sulli dan membuat keributan kecil dirumah yang besar ini.
“biarkan aku membaca sms-nya…jangan khawatir aku akan merahasiakannya…” Minho menghalangi Sulli mengambil ponsel dari tangannya. Choi Minho, meskipun suka menggoda Sulli tapi sebenarnya dia adalah anak yang baik. Aku membiarkan mereka sibuk berebut ponsel, tapi pada akhirnya aku tidak tega melihat Sulli mengadu padaku dengan wajah memohon.
“Minho-ya, cepat kembalikan ponselnya…” Minho akhirnya mengalah, Sulli tersenyum senang. Minho duduk menyalakan televisi diikuti Sulli yang duduk disebelahku. Aku mengacak rambutnya sayang, gadis ini memang sangat manis, Sulli memiliki sifat yang lembut dan juga polos, persis seperti amma,
“aku lapar…” gadis berperawakan tinggi kurus berjalan menuruni tangga “ah Siwon oppa, sudah pulang…” Choi Sooyoung merebahkan tubuhnya disofa.

Ya, Choi Sooyoung adalah sepupuku, bukan, dia adalah adikku. Kecelakaan tragis 15 tahun lalu yang menewaskan kedua orang tuanya membuat Sooyoung sepenuhnya masuk kedalam keluarga kami. Aku ingat kejadian tragis pada malam gerimis saat itu, Aku serta Minho yang saat itu masih berumur 2 tahun menggenggam erat tangannya,  Amma memeluk tubuh Sooyoung yang menangis gemetar didepan sebuah ruang jenazah. Bagi kami Sooyoung bukan hanya sekadar bagian dari keluarga besar Choi, tapi sepenuhnya bagian dari kehidupan kami. Amma dan Appa menyayangi Sooyoung seperti anak kandung mereka, bahkan lebih. Amma selalu memanggil Sooyoung dengan sebutan “putriku cantik”, bahkan aku masih ingat dengan jelas bagaimana Amma menangis terharu saat melihat Sooyoung yang berbinar-binar dengan senyum merekah menatap Sulli yang baru dilahirkan.

 “kalian ini benar-benar berisik…” Terdengar langkah kaki beserta ketukan tongkat, kami semua menoleh dan mendapati Haraboji (kakek) keluar dari kamarnya diikuti oleh Appa dan Amma. Aku menatap heran pada mereka, aku yakin mereka baru saja membicarakan hal yang penting, tapi aku tidaklah tertarik saat ini. Pelayan Jang menghampiri Haraboji dan menuntunnya ke ruang makan.
“ kalian semua, ayo cepat makan…” seru Amma. Satu persatu dari kami berdiri dan mengikuti langkah Amma ke ruang makan.

Makan malam kelurga kami berjalan seperti biasanya, hening, hanya ada suara sendok dan sumpit yang beradu dengan mangkuk dan piring. Dikeluarga kami Sooyoung adalah shiksin(makan sangat banyak), tapi aku heran kenapa tubuhnya tetap kurus, Sulli selalu memuji kemampuan makan Sooyoung, Amma menyebutnya dengan berkah dari langit karena Sooyoung tidak perlu khawatir tubuhnya akan gemuk walaupun makan sangat banyak. Sedangkan aku dan Minho hanya geleng-geleng kepala melihatnya, berbeda dengan reaksi Haraboji dan Appa yang hanya tersenyum. Mereka memang mirip, anak dan Appa.

“bagaimana hubunganmu dengan Tiffany?” pertanyaan Haraboji sontak membuatku tersedak. Kenapa tiba-tiba menyebut nama gadis itu.

Tiffany Hwang, putri bungsu King grup jaringan perhotelan terbesar di Korea. Aku mengenalnya satu tahun yang lalu dalam pesta perayaan kerja sama perusahaan Appa dengan King Grup. Dan saat itu pula aku tahu bahwa jalan hidupku memang sudah diatur, selama aku masih seorang Choi Siwon pewaris CG grup, maka Tiffany Hwang sah terikat denganku, yaitu ikatan perjodohan.

“baik-baik saja…” jawabku singkat.

Cantik, adalah kesan pertamaku pada Tiffany Hwang. Sudah satu tahun lebih kami dekat, Tiffany adalah gadis yang ramah dan lembut. Berbeda dengan gadis kaya kebanyakan, Tiffany adalah pribadi yang menyenangkan. Aku tidak pernah bisa mendeskripsikan seperti apa hubungan kami karena kami dekat layaknya teman dan tidak pernah ambil pusing dengan ikatan perjodohan. Tiffany adalah tipe gadis yang bisa diandalkan serta mudah diajak bekerja sama, karena antara aku dan dia saat ini sepakat hanya berteman, kami hanya akan bertingkah layaknya sepasang kekasih didepan orang tua, dan aku menikmati itu.
“dan kau Choi Sooyoung, kapan kau akan bekerja? Pekerjaanmu hanya shopping menghabiskan uang…” Sooyoung memanyunkan bibirnya mendengar perkataan Haraboji.
“Appanim, jangan begitu…lagi pula Sooyoung baru lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Jika sudah siap dia juga pasti akan masuk ke perusahaan…” bela Amma, Sooyoung tersenyum menang. Meskipun begitu Haraboji tidak pernah mempermasalahkannya. Dalam kelurga, hanya aku yang dididik paling ketat dan keras. Haraboji selalu mengatakan bahwa semua itu karena aku adalah penerus pertama perusahaan.

Memang begitulah Haraboji kami, selalu memantau apapun yang kami kerjakan. Haraboji hafal benar dengan kebiasaan kami, seperti Sooyoung yang setiap bulan menghabiskan jutaan won untuk belanja, Minho yang aktif dalam berbagai acara dan suka mentraktir teman ataupun aku yang dengan sombong mengeluarkan banyak uang untuk membeli barang bermerek, berbeda dengan Sulli yang memiliki sifat paling sederhana diantara kami. Dibanding menghabiskan uang, anak itu lebih suka membaca buku dan mengikuti les piano. Itu sebabnya Haraboji selalu mengumbar bahwa Sulli adalah cucu kesayangannya.


… Choi Family…

Aku masuk kesebuah café dan mengedarkan pandangan kesekeliling, seorang gadis yang duduk dibangku dekat jendela melambaikan tangan. Aku tersenyum dan menghampirinya.
“sudah lama menunggu?” aku menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya.
“anio(tidak), baru saja…” gadis itu mengembangkan senyumnya. Senyum yang selalu terlihat menawan, Im Yoona.

Gadis cantik dengan rambut hitam panjang ini adalah yeojachinguku. Aku resmi berpacaran dengannya sejak lima bulan yang lalu. Sebenarnya aku sudah menyukai Yoona sejak kami sama-sama duduk di bangku SMA, tiga tahun berturut-turut kami satu kelas dan berteman dekat,  tapi entah kenapa aku tidak pernah bisa mengungkapkan perasaan padanya meski tahu Yoona memiliki perasaan lebih padaku. Tiba akhirnya lima bulan yang lalu aku dengan berani menyatakan perasaanku padanya, itupun dengan dorongan dan saran dari Tiffany, gadis itu lagi, Tiffany memang partner yang bisa diandalkan. Dia tahu bahwa aku belum pernah pacaran sekalipun, gadis itu bilang setidaknya aku harus mencoba pacaran sebelum akhirnya kami kembali kejalan yang sudah ditentukan, perjodohan.
Pelayan datang menghidangkan pesanan lalu pergi. Siang ini kami hanya mengobrol ringan, tidak ada hal khusus yang kami bicarakan. Senang rasanya bisa meluangkan waktu makan siang bersama gadis ini ditengah jadwalku yang sangat padat.

…Choi Family…

Aku menyeleksi beberapa berkas yang tertumpuk di meja kerjaku. Sebagian besar hanya perlu ditandatangani. Pintu ruangan diketuk, sekertaris Park masuk dan memberikan sebuah kertas undangan.
“undangan pesta dari grup L, peresmian cabang resort baru…” tutur sekertaris Park. “kali ini harus datang…” lanjutnya seakan mengerti jika aku akan mengeluh lagi.
“ya, tentu saja…” aku menghela nafas panjang dan menyenderkan punggungku kekursi. Tentu saja aku harus datang ke acara pesta seperti itu sesibuk apapun, ada banyak sekali rekan bisnis serta orang-orang penting dalam dunia bisnis.
“Hyung tunggu dulu…” aku menghentikan langkah sekertaris Park yang akan berjalan keluar. Yah, sekertaris Park Jungsoo hanya lebih tua tiga tahun dariku, itu sebabnya aku hanya memanggilnya dengan sebutan “Hyung”, dia juga satu-satunya orang yang aku percaya di kantor ini untuk berbagi pendapat dan meminta saran. Kami adalah teman di luar lingkungan pekerjaan.
“Hyung, menurutmu apa hadiah natal yang biasanya di sukai wanita?” aku bertanya dengan ragu, sekertaris Park mengernyitkan dahinya lalu tersenyum penuh arti.
“untuk yang mana? Tiffany Hwang atau Im Yoona?”
“Hey…!!” aku berseru padanya, orang ini benar-benar. Sekertaris Park hanya tertawa melihatku kesal. Park Jungsoo, dia memang tahu semua tentangku, termasuk hal yang satu itu.
“aku cukup mengenal keduanya, aku rasa mereka suka sesuatu yang manis…”
Aku mengernyitkan dahi “coklat? Atau kue?”
“bukan itu!” sekertaris Park menatapku dengan jengkel “sesuatu yang manis mereka sebut romantis. Hadiah seperti rajutan syal atau sarung tangan atau kalung…” usulnya, aku hanya ber-oh ria.”oh ya, memangnya kau mau merayakan natal dengan yang mana?”
“maksud Hyung?”
“pilihlah salah satu, jangan rakus…” ucap sekertaris Park, aku melotot kearahnya, dia tersenyum geli  lalu segera lari keluar ruangan sebelum aku benar-benar melempar tumpukan berkas dimeja padanya.
 

…Choi Family…

Aku mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk lewat celah jendela kamar. Aku meraih ponsel di meja, sudah pukul 9 pagi, itu karena semalam aku harus lembur sampai pukul 2 pagi. Ini hari minggu, setidaknya aku punya waktu untuk istirahat lebih panjang. Aku mencuci muka lalu turun ke lantai utama menuju dapur.

“annyeonghasseo Siwon oppa…” sapa ramah seorang gadis yang duduk di ruang tengah, aku tersenyum membalasnya. Krystal Jung, teman perempuan Minho yang sering berkunjung kerumah. Minho memang sangat pandai bergaul, berbeda sekali denganku yang dulu segan membawa teman perempuan berkunjung kerumah, Minho justru sering mengajak Krystal datang kerumah, tapi sepertinya hanya Krystal. Aku tidak pernah melihat Minho membawa gadis lain, aku rasa hubungan mereka lebih dari sekadar teman.

Minho turun dari kamarnya dan segera menghampiri Krystal yang sedang mengobrol dengan Amma dan Sulli. Krystal memang sudah sangat akrab dengan keluarga ini. Beberapa menit kemudian mereka berpamitan lalu pergi. Aku hanya melamun memperhatikan mereka dari ruang makan. Setidaknya Minho lebih beruntung karena gadis pilihannya dengan mudah diterima dikeluarga ini, sedangkan aku, sejak dulu selalu ragu mengajak Yoona masuk kedalam keluarga ini. Tapi entah kenapa Tiffany begitu mudah masuk kedalam keluargaku, aku tersenyum mengingat gadis itu.
“oppa…”
Aku membalikkan tubuhku dan langsung terperanjat kaget mendapati Tiffany yang sudah berdiri dibelakangku. Sejak kapan gadis itu datang, baru saja aku memikirkannya. Tiffany menatapku sejenak, aku salah tingkah saat menyadari penampilanku masih sangat kacau, aku belum sempat mandi, aku masih menggunakan kaos tipis dan celana santai. Tiffany tersenyum geli seakan mengerti apa yang sedang aku pikirkan.
“aku datang bukan untuk menemuimu, aku datang untuk menemui Sooyoung…” goda Tiffany “kenapa oppa begitu kaget melihatku? Aku bukan paparazy yang akan menyebarkan foto jelekmu…” Tiffany tertawa geli dan berlalu meninggalkanku. Aku hanya tersenyum tipis menanggapinya, benar-benar gadis itu.

Sooyoung dan Tiffany sudah berteman jauh sebelum aku mengenal Tiffany, mereka bertemu di sebuah acara fashion show. Sooyoung memang sedikit terkenal di bidang fashion, sudah tidak terhitung berapa kali tawaran iklan dan model datang padanya, tapi Sooyoung selalu menolak dengan alasan saat itu masih ingin fokus kuliah. Aku bangkit dari duduk dan berjalan melewati ruang tengah. Disana terlihat Tiffany yang sedang duduk di sofa sendirian.
“oppa, kau mau kemana?” Tanya Tiffany saat melihatku
“mandi. Wae(Kenapa)? Kau mau ikut?” seketika pipi Tiffany berubah menjadi merah, gadis itu mendesisi sebal. Aku tertawa geli melihatnya, seperti berhasil balas dendam. Tiffany memang sangat manis, batinku.

…Choi Family…

Jam menunjukkan pukul 12 siang, aku turun dari kamarku dan merebahkan diri ke sofa  ruang keluarga. Beberapa kali mengganti channel televisi tapi tidak ada yang menarik. Aku mengedarkan mata, diruang makan Sooyoung dan Tiffany terlihat asyik mengobrol. Sesekali mereka terlihat tertawa ringan, tanpa sadar aku terus  memperhatikan Tiffany. Gadis itu memiliki senyum bulan sabit yang sangat indah. Jika senyum gadisku Yoona sangat menawan, maka senyum Tiffany sangat menentramkan. Aku mengalihkan pandanganku saat Sulli datang dan duduk disebelahku.

“kami pulang…” Minho dan Krystal meneteng sebuah keranjang besar. cepat sekali mereka pulang, ternyata mereka tadi hanya pergi memancing dan sekarang pulang dengan hasil tangkapannya. Aku bergidik ngeri membayangkan mereka memancing di cuaca bersalju, ada-ada saja. Tiffany dan Sooyoung menghampiri kami dan melihat apa yang dibawa Minho.
“wah, ikan yang besar!” seru Sooyoung “pasti enak, ayo kita memasak…” usulnya semangat. Sulli dan Tiffany langsung mengangguk setuju, Krystal hanya tersenyum dan mengiyakan. Akhirnya aku dan Minho terpaksa menyetujui.

Memasak tanpa bantuan pelayan? Aku sedikit ragu, aku yakin para wanita ini tidak pernah menyentuh dapur, Sulli hanya bisa memasak sesuatu yang ringan, terlebih Sooyoung sama sekali enggan ada didapur, kalau untuk Tiffany dan Krystal aku tidak tahu, tapi mereka kelihatan tidak meyakinkan. Kami pergi berbelanja ke supermarket, benar-benar konyol, dirumah kami yang seperti istana itu tentu saja sudah tersedia bahan makanan apapun, tapi aku hanya mengiyakan saat Tiffany mengajak berbelanja. Dan lebih parahnya lagi, kami semua pergi belanja bersama-sama, mereka bilang beramai-ramai lebih menyenangkan dibanding hanya berdua. Aku hanya menggelengkan kepala.
Aku mendorong troli belanja mengikuti langkah Tiffany,Sulli dan Sooyoung. Sedangkan Minho dan Krystal berjalan memisah dari kami, sepertinya mereka sedang asik memilih buah diujung sana. Ini adalah pengalaman pertama kalinya bagiku. Dulu aku pernah membayangkan akan pergi berbelanja dengan keluarga kecilku, tapi dalam bayangan saat itu wanita yang bersamaku adalah Im Yoona, sedangkan saat ini kenyataannya adalah Tiffany.

Sooyoung menaruh beberapa bungkus camilan dan makanan ringan yang terlihat menggiurkan, aku mendecakkan lidah, sedangkan Sooyoung hanya menyengir kuda, dasar Shiksin, batinku. Sulli dengan cekatan memilah sayuran segar. Sedangkan Tiffany berada di rak seberang mengambil beberapa bahan makanan lain. Gadis itu terlihat berjinjit-jinjit berusaha meraih sesuatu di rak paling atas. Aku tersenyum geli dan menghampirinya.
“biar aku ambilkan…” aku mengambil beberapa bungkus bahan dari rak atas.
“tubuh tinggi memang selalu bisa diandalkan…” ucap Tiffany meringis. Tapi benar juga, gen keluargaku memang sangat unggul, coba saja lihat tinggi badan Sooyoung ataupun Sulli.
“kalau begitu kau harus makan banyak sayur supaya lebih tinggi…”
“jangan meledekku!” ucap Tiffany sebal. Aku tertawa pelan melihatnya. “kau tahu tinggi badanku ini termasuk ideal…” ucapnya. Aku melipat tanganku didada seakan bertanya “benarkah?”. Tiffany meninju pelan lenganku.
“seharusnya kau bersyukur mendapatkan calon istri yang tidak terlalu pendek…” Tiffany tertawa sumbang, membanggakan dirinya.
“bukan aku tapi kau yang harus bersyukur karena mendapat calon suami dengan gen yang unggul sepertiku, nona Hwang…” koreksiku, lalu kami tertawa geli bersama. Obrolan macam apa ini, aku bahkan tidak pernah membicarakan hal-hal seperti itu dengan yeojachinguku Yoona. Tapi kenapa begitu menghibur saat mengobrol dengan Tiffany.


…Choi Family…

Aku berjalan beriringan dengan Yoona menikmati ratusan lukisan yang di pasang sepanjang gedung pameran. Sebenarnya aku datang hanya sekadar untuk menyalami kenalanku yang kebetulan mengadakan pameran lukisannya. Yoona hanya menikmati lukisan-lukisan itu tanpa berkomentar, aku tahu gadis itu tidak begitu paham tentang hal-hal semacam ini. Yoona tipe gadis yang sangat sederhana, dia dibesarkan dalam keluarga yang juga sederhana. Itulah sebabnya dia tumbuh menjadi gadis yang mandiri. Itu juga salah satu alasan kenapa aku begitu menyukainya, gadis yang selalu terlihat ceria.
Kami mengobrol tentang beberapa hal, Yoona suka sekali menceritakan tentang pekerjaannya. Dia bekerja sebagai salah satu editor di perusahaan majalah. Gadis ini selalu bisa membuat suasana sekitar terasa menyenangkan, senyumnya selalu mengembang dan wajahnya selalu berseri-seri. Terkadang aku merasa bahwa aku bukanlah namja yang pantas menjadi salah satu bagian dari hidupnya, aku tahu pada akhirnya akan membuat Yoona terluka. Aku tidak mungkin bisa lari dari takdirku sebagai Choi Siwon, pewaris CG grup.
Suatu hari, pernah sekali aku berfikir untuk lari dari takdirku. Hidup dengan pilihanku sendiri, hidup dengan wanita pilihanku sendiri. Bahagia dengan caraku sendiri. Tapi aku tidak bisa melakukan hal bodoh seperti itu, ratusan bahkan ribuan nasib pekerja dan karyawan ada ditanganku, beban berat yang harus aku tanggung, karena Haraboji selalu meningatkanku bahwa hidup seorang raja bukanlah milik dirinya sendiri, tapi milik rakyatnya.
Aku sibuk dengan pikiranku sendiri sampai tidak menyadari Yoona melihatku dengan heran. Aku hanya menatapnya lalu tersenyum. Kami kembali berjalan, langkah kakiku mendadak kaku saat melihat siapa yang sedang berdiri tiga meter dari kami. Tiffany Hwang , dia juga sedikit terkejut melihat aku dan Yoona. Mendadak suasana menjadi canggung, tidak pernah sekalipun aku membayangkan bahwa mereka bertemu dalam situasi seperti ini. Yoona yang tidak tahu sama sekali hanya menatapku dengan heran.
“ah annyeonghasseo Siwon-si…” sapa Tiffany, senyumnya sangat canggung.
“oh, Tiffany-si apa kabar?” aku berusaha membalas sapaannya setenang mungkin, meskipun rasanya sangat aneh memanggil Tiffany seformal itu. Yoona lalu menatapku. “oh ya, perkenalkan dia Tiffany Hwang, dia dia…”
“teman…”  Tiffany memotong ucapanku, lalu berjabat tangan dengan Yoona yang tersenyum tipis. Aku  lega setelah melirik Yoona yang sepertinya tidak punya rasa curiga sedikitpun.
“apa yang kau lakukan disini Tiffany-si?” aku melontarkan pertanyaan asal
Tiffany mengangkat sebelah alisnya “apa? Ah,tentu saja menikmati pameran…” jawabnya. Benar juga, pertanyaan macam apa itu, batinku mengutuk diri sendiri.
“Fany-ya…” seorang namja dari kejauhan melambaikan tangan memanggil Tiffany. Gadis itu menoleh lalu tersenyum. Aku mengernyitkan dahi, menatap namja diujung sana dengan penuh selidik.
“ah maaf, sepertinya temanku sudah datang. Kalau begitu aku pergi dulu, senang bertemu denganmu Siwon-si…”  Tiffany berpamitan lalu pergi. Aku terus memperhatikan langkah mereka sampai hilang dari pandanganku. Siapa namja itu? Kenapa aku tidak pernah melihat sebelumnya? Aku sibuk dengan pikiranku sendiri sampai tidak menyadari sejak tadi Yoona memanggil namaku, membuatnya kesal sendiri.
“oppa kau kenapa?”
“ah tidak apa-apa…Jja(ayo)…” aku mengajak Yoona pergi dari tempat itu.



…choi Family…


Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Perkataan Sooyoung saat makan malam tadi sungguh membuatku merasa aneh. Tiffany akan pergi ke Amerika beberapa hari kedepan, tapi kenapa gadis itu tidak mengatakan apapun padaku. Aku mengambil ponsel dan menekan angka Sembilan, memanggil Tiffany.


“Yeoboseo(hallo)…” suara nyaring Tiffany dari seberang sana “ada apa oppa?”
Aku hanya terdiam beberapa saat, mencari kata yang tepat sebagai alasan “ah tidak apa-apa…hanya…hanya ingin minta maaf tentang kejadian tadi siang…” jawabku sekenanya. Tiffany terdiam beberapa saat, lalu tertawa dari ujung sana.
“memangnya oppa membuat salah apa sampai harus minta maaf?” aku ikut tertawa sumbang menyadari alasanku yang memang tidak logis.
“ah bukan begitu, aku hanya tidak enak karena tadi kau harus bertemu dengan Yoona secara tiba-tiba dan membuatmu canggung…”
“ah tidak tidak sama sekali…” aku dapat merasakan Tiffany tulus saat mengetakannya. Kami terdiam beberapa saat.
“oh ya, siapa namja yang bersamamu tadi?”
“ah itu, dia teman lamaku. Kami bertemu beberapa hari lalu, dia meminta tolong padaku untuk menjadi penerjemah rekan bisnis asingnya. Memangnya kenapa oppa?”
 “tidak apa-apa, sepertinya aku pernah melihatnya saja…” Aku sedikit lega mendengar penjelasan Tiffany “oh ya, aku dengar kau akan pergi ke Amerika?”
“gurae(benar), aku baru akan memberitahu pada oppa…”
“berapa lama? Apa kau akan merayakan natal disana?” entah kenapa pertanyaan-pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku.
“anio(tidak). Aku pulang tepat malam natal. Aku pergi hanya untuk menjenguk unnieku yang baru melahirkan…” jelas Tiffany dari seberang sana “waeyeo(kenapa)? Apa oppa takut aku tidak kembali lagi?” godanya.
“hey, dasar kau ini” Aku tertawa ringan menanggapinya “aku lebih takut kalau kau pulang membawa namja lain…” candaku. Terdengar tawa geli Tiffany. .
“ya aku tahu, jangan khawatir, aku tidak akan menghianatimu…” cibirnya “ah oppa sudah dulu ya…aku akan menghubungimu lagi nanti…”
“hmmm, selamat malam…” ucapku lalu memutus sambungan telepon. Aku meletakkan ponselku kesembarang tempat dan menatap langit-langit kamar. Beberapa hari kedepan mungkin aku tidak akan melihat wajah Tiffany. Kenapa rasanya ada sesuatu yang kurang, aku segera menepis perasaan aneh itu. Bukankah seharusnya aku bisa lebih fokus pada Yoona beberapa hari kedepan? Entahlah, aku menarik selimut dan memejamkan mata.

TBC,,,
 
 


2 komentar :

  1. Kenapa ga dilanjut author nim ? Padahal keren lho. Aku suka banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Annyeong amii^^
      Huhu maaf authornim baru balas komentarnya karena ff ini terselip. ff ini authornim masih menimbang-nimbang. Tapi jangan khawatir pasti akan dilanjut, hanya aja belum terpikirkan part selanjutnya. sementara authornim masih fokus ff lainnya. Gomapta :)

      Hapus