CHOI'S FAMILY (part 1)
Tittle : Choi's
Family
Aauthor : Sae
Cast : Choi
Siwon Im Yoona
Choi Sooyoung Tiffany Hwang
Choi Minho
Choi Sulli
Genre : Family,
romance
Chapter : 1
Annyeonghasseo readers...aku bawa ff baru loh. sebenarnya ini ff untuk selingan saja, author benar-benar masih belum punya ide buat nerusin ff special high school, dan waktu untuk ide ceritanya itu juga belum sempat, author benar-benar sangat sibuk..(curcol:p). Sebenarnya author cuma iseng nulis ff ini saat dikelas lagi ngedengerin dosen ceramah, eh ternyata keterusan..haha. Singkat kata pokoknya makasih buat readers yang selalu setia, nantikan terus ya ff selanjutnya. Gomaweoyeo readers...
Happy reading^^...
…Choi family...
Choi Siwon, jika namaku disebut sebagian besar akan langsung
menunjuk pada pewaris CG grup perusahaan Departemen Store terbesar di Korea.
Yah, hidupku laksana sebuah saham dengan nilai mata uang won yang tinggi. Hidupku
seperti scenario yang sudah ditentukan sejak lahir jalannya. Tentu saja, tanpa
predikat” Choi” mungkin aku bukan siapa-siapa.
Sejak umurku lima tahun, aku belum mengerti kenapa Appa
selalu membawaku kekantor, mengenalkan setiap sudut gedung megah yang ia sebut
dengan kantor, membiasakanku beradaptasi di lingkungannya, pada karyawan sampai
petinggi perusahaan. Saat umurku sepuluh tahun, Appa mulai mengenalkan tumpukan
berkas di meja kerjanya, mengajariku istilah penting yang aku sendiri tidak
tahu, saham, investor, dan entahlah apa namanya, yang jelas itu adalah istilah-istilah
yang tidak akan pernah didapat oleh anak umur sepuluh tahun pada umumnya..
Hingga aku menginjak umur tiga belas tahun aku baru menyadari itu semua, sebuah takdir
yang akan menjadi jalan hidupku, beban berat yang harus aku pikul, beban
sebagai pewaris CG grup.
Aku melajukan mobilku perlahan masuk kesebuah rumah mewah
bergaya klasik-modern yang terletak di Songsamdong, mereka menyebutnya dengan
kawasan elite, kawasan keluarga chaebol(kaya raya). Rumah dengan halaman yang
luas, rumput hijau dan taman bunga yang diselimuti salju, rumah keluarga Choi,
rumah yang sudah 25 tahun aku tempati. Aku turun dari mobil dan berjalan masuk
kedalam, beberapa pelayan membungkuk dan memberi salam. Ruang utama terlihat
sepi, aku melirik jam tangan, ternyata masih pukul 7 p.m , lalu berjalan ke
ruang keluarga dan menghempaskan tubuhku ke sofa empuk yang menghadap ke layar
televisi berukuran besar.
“minho oppa!! Cepat berikan padaku…ponselku…” terdengar suara
langkah kaki yang berkejaran membuat ruangan seketika menjadi berisik. Choi
Minho dan Choi Sulli, mereka adalah dua adikku, Sulli masih duduk dibangku sma
kelas 11 sedangkan Minho dua tahun lebih tua dari Sulli sudah masuk universitas.
“cepat kembalikannn…” Sulli berjinjit-jinjit mencoba meraih
ponselnya yang sedang dipegang Minho tinggi-tinggi. Yah, mereka berdua adalah “peramai”
suasana dirumah ini, Minho sangat suka menggoda Sulli dan membuat keributan
kecil dirumah yang besar ini.
“biarkan aku membaca sms-nya…jangan khawatir aku akan
merahasiakannya…” Minho menghalangi Sulli mengambil ponsel dari tangannya. Choi
Minho, meskipun suka menggoda Sulli tapi sebenarnya dia adalah anak yang baik.
Aku membiarkan mereka sibuk berebut ponsel, tapi pada akhirnya aku tidak tega
melihat Sulli mengadu padaku dengan wajah memohon.
“Minho-ya, cepat kembalikan ponselnya…” Minho akhirnya
mengalah, Sulli tersenyum senang. Minho duduk menyalakan televisi diikuti Sulli
yang duduk disebelahku. Aku mengacak rambutnya sayang, gadis ini memang sangat
manis, Sulli memiliki sifat yang lembut dan juga polos, persis seperti amma,
“aku lapar…” gadis berperawakan tinggi kurus berjalan
menuruni tangga “ah Siwon oppa, sudah pulang…” Choi Sooyoung merebahkan
tubuhnya disofa.
Ya, Choi Sooyoung adalah sepupuku, bukan, dia adalah adikku.
Kecelakaan tragis 15 tahun lalu yang menewaskan kedua orang tuanya membuat
Sooyoung sepenuhnya masuk kedalam keluarga kami. Aku ingat kejadian tragis pada
malam gerimis saat itu, Aku serta Minho yang saat itu masih berumur 2 tahun menggenggam
erat tangannya, Amma memeluk tubuh
Sooyoung yang menangis gemetar didepan sebuah ruang jenazah. Bagi kami Sooyoung
bukan hanya sekadar bagian dari keluarga besar Choi, tapi sepenuhnya bagian
dari kehidupan kami. Amma dan Appa menyayangi Sooyoung seperti anak kandung
mereka, bahkan lebih. Amma selalu memanggil Sooyoung dengan sebutan “putriku
cantik”, bahkan aku masih ingat dengan jelas bagaimana Amma menangis terharu
saat melihat Sooyoung yang berbinar-binar dengan senyum merekah menatap Sulli
yang baru dilahirkan.
“kalian ini benar-benar berisik…” Terdengar
langkah kaki beserta ketukan tongkat, kami semua menoleh dan mendapati Haraboji
(kakek) keluar dari kamarnya diikuti oleh Appa dan Amma. Aku menatap heran pada
mereka, aku yakin mereka baru saja membicarakan hal yang penting, tapi aku
tidaklah tertarik saat ini. Pelayan Jang menghampiri Haraboji dan menuntunnya
ke ruang makan.
“ kalian semua, ayo cepat makan…”
seru Amma. Satu persatu dari kami berdiri dan mengikuti langkah Amma ke ruang
makan.
Makan malam kelurga kami berjalan
seperti biasanya, hening, hanya ada suara sendok dan sumpit yang beradu dengan
mangkuk dan piring. Dikeluarga kami Sooyoung adalah shiksin(makan sangat
banyak), tapi aku heran kenapa tubuhnya tetap kurus, Sulli selalu memuji
kemampuan makan Sooyoung, Amma menyebutnya dengan berkah dari langit karena
Sooyoung tidak perlu khawatir tubuhnya akan gemuk walaupun makan sangat banyak.
Sedangkan aku dan Minho hanya geleng-geleng kepala melihatnya, berbeda dengan
reaksi Haraboji dan Appa yang hanya tersenyum. Mereka memang mirip, anak dan
Appa.
“bagaimana hubunganmu dengan
Tiffany?” pertanyaan Haraboji sontak membuatku tersedak. Kenapa tiba-tiba
menyebut nama gadis itu.
Tiffany Hwang, putri bungsu King
grup jaringan perhotelan terbesar di Korea. Aku mengenalnya satu tahun yang
lalu dalam pesta perayaan kerja sama perusahaan Appa dengan King Grup. Dan saat
itu pula aku tahu bahwa jalan hidupku memang sudah diatur, selama aku masih
seorang Choi Siwon pewaris CG grup, maka Tiffany Hwang sah terikat denganku,
yaitu ikatan perjodohan.
“baik-baik saja…” jawabku
singkat.
Cantik, adalah kesan pertamaku
pada Tiffany Hwang. Sudah satu tahun lebih kami dekat, Tiffany adalah gadis
yang ramah dan lembut. Berbeda dengan gadis kaya kebanyakan, Tiffany adalah
pribadi yang menyenangkan. Aku tidak pernah bisa mendeskripsikan seperti apa
hubungan kami karena kami dekat layaknya teman dan tidak pernah ambil pusing
dengan ikatan perjodohan. Tiffany adalah tipe gadis yang bisa diandalkan serta
mudah diajak bekerja sama, karena antara aku dan dia saat ini sepakat hanya
berteman, kami hanya akan bertingkah layaknya sepasang kekasih didepan orang
tua, dan aku menikmati itu.
“dan kau Choi Sooyoung, kapan kau
akan bekerja? Pekerjaanmu hanya shopping menghabiskan uang…” Sooyoung
memanyunkan bibirnya mendengar perkataan Haraboji.
“Appanim, jangan begitu…lagi pula
Sooyoung baru lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Jika sudah siap dia juga
pasti akan masuk ke perusahaan…” bela Amma, Sooyoung tersenyum menang. Meskipun
begitu Haraboji tidak pernah mempermasalahkannya. Dalam kelurga, hanya aku yang
dididik paling ketat dan keras. Haraboji selalu mengatakan bahwa semua itu
karena aku adalah penerus pertama perusahaan.
Memang begitulah Haraboji kami,
selalu memantau apapun yang kami kerjakan. Haraboji hafal benar dengan
kebiasaan kami, seperti Sooyoung yang setiap bulan menghabiskan jutaan won
untuk belanja, Minho yang aktif dalam berbagai acara dan suka mentraktir teman
ataupun aku yang dengan sombong mengeluarkan banyak uang untuk membeli barang
bermerek, berbeda dengan Sulli yang memiliki sifat paling sederhana diantara
kami. Dibanding menghabiskan uang, anak itu lebih suka membaca buku dan
mengikuti les piano. Itu sebabnya Haraboji selalu mengumbar bahwa Sulli adalah
cucu kesayangannya.
… Choi Family…
Aku masuk kesebuah café dan
mengedarkan pandangan kesekeliling, seorang gadis yang duduk dibangku dekat
jendela melambaikan tangan. Aku tersenyum dan menghampirinya.
“sudah lama menunggu?” aku
menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya.
“anio(tidak), baru saja…” gadis
itu mengembangkan senyumnya. Senyum yang selalu terlihat menawan, Im Yoona.
Gadis cantik dengan rambut hitam
panjang ini adalah yeojachinguku. Aku resmi berpacaran dengannya sejak lima
bulan yang lalu. Sebenarnya aku sudah menyukai Yoona sejak kami sama-sama duduk
di bangku SMA, tiga tahun berturut-turut kami satu kelas dan berteman dekat, tapi entah kenapa aku tidak pernah bisa
mengungkapkan perasaan padanya meski tahu Yoona memiliki perasaan lebih padaku.
Tiba akhirnya lima bulan yang lalu aku dengan berani menyatakan perasaanku
padanya, itupun dengan dorongan dan saran dari Tiffany, gadis itu lagi, Tiffany
memang partner yang bisa diandalkan. Dia tahu bahwa aku belum pernah pacaran
sekalipun, gadis itu bilang setidaknya aku harus mencoba pacaran sebelum akhirnya
kami kembali kejalan yang sudah ditentukan, perjodohan.
Pelayan datang menghidangkan
pesanan lalu pergi. Siang ini kami hanya mengobrol ringan, tidak ada hal khusus
yang kami bicarakan. Senang rasanya bisa meluangkan waktu makan siang bersama
gadis ini ditengah jadwalku yang sangat padat.
…Choi Family…
Aku menyeleksi beberapa berkas
yang tertumpuk di meja kerjaku. Sebagian besar hanya perlu ditandatangani.
Pintu ruangan diketuk, sekertaris Park masuk dan memberikan sebuah kertas
undangan.
“undangan pesta dari grup L,
peresmian cabang resort baru…” tutur sekertaris Park. “kali ini harus datang…”
lanjutnya seakan mengerti jika aku akan mengeluh lagi.
“ya, tentu saja…” aku menghela
nafas panjang dan menyenderkan punggungku kekursi. Tentu saja aku harus datang
ke acara pesta seperti itu sesibuk apapun, ada banyak sekali rekan bisnis serta
orang-orang penting dalam dunia bisnis.
“Hyung tunggu dulu…” aku
menghentikan langkah sekertaris Park yang akan berjalan keluar. Yah, sekertaris
Park Jungsoo hanya lebih tua tiga tahun dariku, itu sebabnya aku hanya
memanggilnya dengan sebutan “Hyung”, dia juga satu-satunya orang yang aku
percaya di kantor ini untuk berbagi pendapat dan meminta saran. Kami adalah
teman di luar lingkungan pekerjaan.
“Hyung, menurutmu apa hadiah
natal yang biasanya di sukai wanita?” aku bertanya dengan ragu, sekertaris Park
mengernyitkan dahinya lalu tersenyum penuh arti.
“untuk yang mana? Tiffany Hwang
atau Im Yoona?”
“Hey…!!” aku berseru padanya,
orang ini benar-benar. Sekertaris Park hanya tertawa melihatku kesal. Park
Jungsoo, dia memang tahu semua tentangku, termasuk hal yang satu itu.
“aku cukup mengenal keduanya, aku
rasa mereka suka sesuatu yang manis…”
Aku mengernyitkan dahi “coklat?
Atau kue?”
“bukan itu!” sekertaris Park
menatapku dengan jengkel “sesuatu yang manis mereka sebut romantis. Hadiah
seperti rajutan syal atau sarung tangan atau kalung…” usulnya, aku hanya ber-oh
ria.”oh ya, memangnya kau mau merayakan natal dengan yang mana?”
“maksud Hyung?”
“pilihlah salah satu, jangan
rakus…” ucap sekertaris Park, aku melotot kearahnya, dia tersenyum geli lalu segera lari keluar ruangan sebelum aku
benar-benar melempar tumpukan berkas dimeja padanya.
…Choi Family…
Aku mengerjapkan mata
menyesuaikan cahaya yang masuk lewat celah jendela kamar. Aku meraih ponsel di
meja, sudah pukul 9 pagi, itu karena semalam aku harus lembur sampai pukul 2
pagi. Ini hari minggu, setidaknya aku punya waktu untuk istirahat lebih
panjang. Aku mencuci muka lalu turun ke lantai utama menuju dapur.
“annyeonghasseo Siwon oppa…” sapa
ramah seorang gadis yang duduk di ruang tengah, aku tersenyum membalasnya.
Krystal Jung, teman perempuan Minho yang sering berkunjung kerumah. Minho
memang sangat pandai bergaul, berbeda sekali denganku yang dulu segan membawa
teman perempuan berkunjung kerumah, Minho justru sering mengajak Krystal datang
kerumah, tapi sepertinya hanya Krystal. Aku tidak pernah melihat Minho membawa
gadis lain, aku rasa hubungan mereka lebih dari sekadar teman.
Minho turun dari kamarnya dan
segera menghampiri Krystal yang sedang mengobrol dengan Amma dan Sulli. Krystal
memang sudah sangat akrab dengan keluarga ini. Beberapa menit kemudian mereka
berpamitan lalu pergi. Aku hanya melamun memperhatikan mereka dari ruang makan.
Setidaknya Minho lebih beruntung karena gadis pilihannya dengan mudah diterima
dikeluarga ini, sedangkan aku, sejak dulu selalu ragu mengajak Yoona masuk
kedalam keluarga ini. Tapi entah kenapa Tiffany begitu mudah masuk kedalam
keluargaku, aku tersenyum mengingat gadis itu.
“oppa…”
Aku membalikkan tubuhku dan
langsung terperanjat kaget mendapati Tiffany yang sudah berdiri dibelakangku.
Sejak kapan gadis itu datang, baru saja aku memikirkannya. Tiffany menatapku
sejenak, aku salah tingkah saat menyadari penampilanku masih sangat kacau, aku
belum sempat mandi, aku masih menggunakan kaos tipis dan celana santai. Tiffany
tersenyum geli seakan mengerti apa yang sedang aku pikirkan.
“aku datang bukan untuk
menemuimu, aku datang untuk menemui Sooyoung…” goda Tiffany “kenapa oppa begitu
kaget melihatku? Aku bukan paparazy yang akan menyebarkan foto jelekmu…” Tiffany
tertawa geli dan berlalu meninggalkanku. Aku hanya tersenyum tipis
menanggapinya, benar-benar gadis itu.
Sooyoung dan Tiffany sudah
berteman jauh sebelum aku mengenal Tiffany, mereka bertemu di sebuah acara
fashion show. Sooyoung memang sedikit terkenal di bidang fashion, sudah tidak
terhitung berapa kali tawaran iklan dan model datang padanya, tapi Sooyoung
selalu menolak dengan alasan saat itu masih ingin fokus kuliah. Aku bangkit
dari duduk dan berjalan melewati ruang tengah. Disana terlihat Tiffany yang
sedang duduk di sofa sendirian.
“oppa, kau mau kemana?” Tanya
Tiffany saat melihatku
“mandi. Wae(Kenapa)? Kau
mau ikut?” seketika pipi Tiffany berubah menjadi merah, gadis itu mendesisi
sebal. Aku tertawa geli melihatnya, seperti berhasil balas dendam. Tiffany
memang sangat manis, batinku.
…Choi Family…
Jam menunjukkan pukul 12 siang,
aku turun dari kamarku dan merebahkan diri ke sofa ruang keluarga. Beberapa kali mengganti
channel televisi tapi tidak ada yang menarik. Aku mengedarkan mata, diruang makan
Sooyoung dan Tiffany terlihat asyik mengobrol. Sesekali mereka terlihat tertawa
ringan, tanpa sadar aku terus
memperhatikan Tiffany. Gadis itu memiliki senyum bulan sabit yang sangat
indah. Jika senyum gadisku Yoona sangat menawan, maka senyum Tiffany sangat
menentramkan. Aku mengalihkan pandanganku saat Sulli datang dan duduk
disebelahku.
“kami pulang…” Minho dan Krystal
meneteng sebuah keranjang besar. cepat sekali mereka pulang, ternyata mereka
tadi hanya pergi memancing dan sekarang pulang dengan hasil tangkapannya. Aku
bergidik ngeri membayangkan mereka memancing di cuaca bersalju, ada-ada saja. Tiffany
dan Sooyoung menghampiri kami dan melihat apa yang dibawa Minho.
“wah, ikan yang besar!” seru
Sooyoung “pasti enak, ayo kita memasak…” usulnya semangat. Sulli dan Tiffany
langsung mengangguk setuju, Krystal hanya tersenyum dan mengiyakan. Akhirnya
aku dan Minho terpaksa menyetujui.
Memasak tanpa bantuan pelayan?
Aku sedikit ragu, aku yakin para wanita ini tidak pernah menyentuh dapur, Sulli
hanya bisa memasak sesuatu yang ringan, terlebih Sooyoung sama sekali enggan
ada didapur, kalau untuk Tiffany dan Krystal aku tidak tahu, tapi mereka kelihatan
tidak meyakinkan. Kami pergi berbelanja ke supermarket, benar-benar konyol,
dirumah kami yang seperti istana itu tentu saja sudah tersedia bahan makanan
apapun, tapi aku hanya mengiyakan saat Tiffany mengajak berbelanja. Dan lebih
parahnya lagi, kami semua pergi belanja bersama-sama, mereka bilang
beramai-ramai lebih menyenangkan dibanding hanya berdua. Aku hanya
menggelengkan kepala.
Aku mendorong troli belanja
mengikuti langkah Tiffany,Sulli dan Sooyoung. Sedangkan Minho dan Krystal
berjalan memisah dari kami, sepertinya mereka sedang asik memilih buah diujung
sana. Ini adalah pengalaman pertama kalinya bagiku. Dulu aku pernah
membayangkan akan pergi berbelanja dengan keluarga kecilku, tapi dalam bayangan
saat itu wanita yang bersamaku adalah Im Yoona, sedangkan saat ini kenyataannya
adalah Tiffany.
Sooyoung menaruh beberapa bungkus
camilan dan makanan ringan yang terlihat menggiurkan, aku mendecakkan lidah,
sedangkan Sooyoung hanya menyengir kuda, dasar Shiksin, batinku. Sulli dengan
cekatan memilah sayuran segar. Sedangkan Tiffany berada di rak seberang
mengambil beberapa bahan makanan lain. Gadis itu terlihat berjinjit-jinjit
berusaha meraih sesuatu di rak paling atas. Aku tersenyum geli dan
menghampirinya.
“biar aku ambilkan…” aku
mengambil beberapa bungkus bahan dari rak atas.
“tubuh tinggi memang selalu bisa
diandalkan…” ucap Tiffany meringis. Tapi benar juga, gen keluargaku memang
sangat unggul, coba saja lihat tinggi badan Sooyoung ataupun Sulli.
“kalau begitu kau harus makan
banyak sayur supaya lebih tinggi…”
“jangan meledekku!” ucap Tiffany
sebal. Aku tertawa pelan melihatnya. “kau tahu tinggi badanku ini termasuk
ideal…” ucapnya. Aku melipat tanganku didada seakan bertanya “benarkah?”.
Tiffany meninju pelan lenganku.
“seharusnya kau bersyukur
mendapatkan calon istri yang tidak terlalu pendek…” Tiffany tertawa sumbang,
membanggakan dirinya.
“bukan aku tapi kau yang harus
bersyukur karena mendapat calon suami dengan gen yang unggul sepertiku, nona Hwang…”
koreksiku, lalu kami tertawa geli bersama. Obrolan macam apa ini, aku bahkan
tidak pernah membicarakan hal-hal seperti itu dengan yeojachinguku Yoona. Tapi
kenapa begitu menghibur saat mengobrol dengan Tiffany.
…Choi Family…
Aku berjalan beriringan dengan
Yoona menikmati ratusan lukisan yang di pasang sepanjang gedung pameran. Sebenarnya
aku datang hanya sekadar untuk menyalami kenalanku yang kebetulan mengadakan
pameran lukisannya. Yoona hanya menikmati lukisan-lukisan itu tanpa
berkomentar, aku tahu gadis itu tidak begitu paham tentang hal-hal semacam ini.
Yoona tipe gadis yang sangat sederhana, dia dibesarkan dalam keluarga yang juga
sederhana. Itulah sebabnya dia tumbuh menjadi gadis yang mandiri. Itu juga
salah satu alasan kenapa aku begitu menyukainya, gadis yang selalu terlihat
ceria.
Kami mengobrol tentang beberapa
hal, Yoona suka sekali menceritakan tentang pekerjaannya. Dia bekerja sebagai
salah satu editor di perusahaan majalah. Gadis ini selalu bisa membuat suasana
sekitar terasa menyenangkan, senyumnya selalu mengembang dan wajahnya selalu
berseri-seri. Terkadang aku merasa bahwa aku bukanlah namja yang pantas menjadi
salah satu bagian dari hidupnya, aku tahu pada akhirnya akan membuat Yoona
terluka. Aku tidak mungkin bisa lari dari takdirku sebagai Choi Siwon, pewaris
CG grup.
Suatu hari, pernah sekali aku
berfikir untuk lari dari takdirku. Hidup dengan pilihanku sendiri, hidup dengan
wanita pilihanku sendiri. Bahagia dengan caraku sendiri. Tapi aku tidak bisa
melakukan hal bodoh seperti itu, ratusan bahkan ribuan nasib pekerja dan
karyawan ada ditanganku, beban berat yang harus aku tanggung, karena Haraboji
selalu meningatkanku bahwa hidup seorang raja bukanlah milik dirinya sendiri,
tapi milik rakyatnya.
Aku sibuk dengan pikiranku
sendiri sampai tidak menyadari Yoona melihatku dengan heran. Aku hanya
menatapnya lalu tersenyum. Kami kembali berjalan, langkah kakiku mendadak kaku
saat melihat siapa yang sedang berdiri tiga meter dari kami. Tiffany Hwang ,
dia juga sedikit terkejut melihat aku dan Yoona. Mendadak suasana menjadi
canggung, tidak pernah sekalipun aku membayangkan bahwa mereka bertemu dalam
situasi seperti ini. Yoona yang tidak tahu sama sekali hanya menatapku dengan
heran.
“ah annyeonghasseo Siwon-si…”
sapa Tiffany, senyumnya sangat canggung.
“oh, Tiffany-si apa kabar?” aku
berusaha membalas sapaannya setenang mungkin, meskipun rasanya sangat aneh
memanggil Tiffany seformal itu. Yoona lalu menatapku. “oh ya, perkenalkan dia
Tiffany Hwang, dia dia…”
“teman…” Tiffany memotong ucapanku, lalu berjabat
tangan dengan Yoona yang tersenyum tipis. Aku lega setelah melirik Yoona yang sepertinya
tidak punya rasa curiga sedikitpun.
“apa yang kau lakukan disini
Tiffany-si?” aku melontarkan pertanyaan asal
Tiffany mengangkat sebelah
alisnya “apa? Ah,tentu saja menikmati pameran…” jawabnya. Benar juga,
pertanyaan macam apa itu, batinku mengutuk diri sendiri.
“Fany-ya…” seorang namja dari
kejauhan melambaikan tangan memanggil Tiffany. Gadis itu menoleh lalu
tersenyum. Aku mengernyitkan dahi, menatap namja diujung sana dengan penuh
selidik.
“ah maaf, sepertinya temanku
sudah datang. Kalau begitu aku pergi dulu, senang bertemu denganmu
Siwon-si…” Tiffany berpamitan lalu
pergi. Aku terus memperhatikan langkah mereka sampai hilang dari pandanganku.
Siapa namja itu? Kenapa aku tidak pernah melihat sebelumnya? Aku sibuk dengan
pikiranku sendiri sampai tidak menyadari sejak tadi Yoona memanggil namaku,
membuatnya kesal sendiri.
“oppa kau kenapa?”
“ah tidak apa-apa…Jja(ayo)…” aku
mengajak Yoona pergi dari tempat itu.
…choi Family…
Aku menghempaskan tubuh ke tempat
tidur. Perkataan Sooyoung saat makan malam tadi sungguh membuatku merasa aneh.
Tiffany akan pergi ke Amerika beberapa hari kedepan, tapi kenapa gadis itu
tidak mengatakan apapun padaku. Aku mengambil ponsel dan menekan angka Sembilan,
memanggil Tiffany.
“Yeoboseo(hallo)…” suara nyaring
Tiffany dari seberang sana “ada apa oppa?”
Aku hanya terdiam beberapa saat,
mencari kata yang tepat sebagai alasan “ah tidak apa-apa…hanya…hanya ingin
minta maaf tentang kejadian tadi siang…” jawabku sekenanya. Tiffany terdiam
beberapa saat, lalu tertawa dari ujung sana.
“memangnya oppa membuat salah apa
sampai harus minta maaf?” aku ikut tertawa sumbang menyadari alasanku yang
memang tidak logis.
“ah bukan begitu, aku hanya tidak
enak karena tadi kau harus bertemu dengan Yoona secara tiba-tiba dan membuatmu
canggung…”
“ah tidak tidak sama sekali…” aku
dapat merasakan Tiffany tulus saat mengetakannya. Kami terdiam beberapa saat.
“oh ya, siapa namja yang
bersamamu tadi?”
“ah itu, dia teman lamaku. Kami
bertemu beberapa hari lalu, dia meminta tolong padaku untuk menjadi penerjemah
rekan bisnis asingnya. Memangnya kenapa oppa?”
“tidak apa-apa, sepertinya aku pernah
melihatnya saja…” Aku sedikit lega mendengar penjelasan Tiffany “oh ya, aku
dengar kau akan pergi ke Amerika?”
“gurae(benar), aku baru akan
memberitahu pada oppa…”
“berapa lama? Apa kau akan
merayakan natal disana?” entah kenapa pertanyaan-pertanyaan itu keluar begitu
saja dari mulutku.
“anio(tidak). Aku pulang tepat
malam natal. Aku pergi hanya untuk menjenguk unnieku yang baru melahirkan…” jelas
Tiffany dari seberang sana “waeyeo(kenapa)? Apa oppa takut aku tidak kembali
lagi?” godanya.
“hey, dasar kau ini” Aku tertawa
ringan menanggapinya “aku lebih takut kalau kau pulang membawa namja lain…”
candaku. Terdengar tawa geli Tiffany. .
“ya aku tahu, jangan khawatir,
aku tidak akan menghianatimu…” cibirnya “ah oppa sudah dulu ya…aku akan
menghubungimu lagi nanti…”
“hmmm, selamat malam…” ucapku
lalu memutus sambungan telepon. Aku meletakkan ponselku kesembarang tempat dan
menatap langit-langit kamar. Beberapa hari kedepan mungkin aku tidak akan
melihat wajah Tiffany. Kenapa rasanya ada sesuatu yang kurang, aku segera
menepis perasaan aneh itu. Bukankah seharusnya aku bisa lebih fokus pada Yoona
beberapa hari kedepan? Entahlah, aku menarik selimut dan memejamkan mata.
TBC,,,
TBC,,,