FF Angel’s Love Story
Staring : Sehun&Irene || By : Sae || Genre
: Romance Fantasy || Type : Oneshoot
"Suatu hari yang cerah,
seorang dewi khayangan diturunkan ke bumi. Ia harus menjalani hukuman selama
satu purnama di bumi. Dengan satu syarat ia dapat kembali: Dilarang jatuh cinta
pada penduduk bumi."
Kerajaan
langit baru saja menghukum seorang dewi dengan menurunkannya ke bumi. Tidak
terhitung sudah berapa kali Sehun mendengarnya hampir di setiap sudut kerajaan
langit, membuat kerja telinganya sakit. Sehun
masuk ke dalam sebuah ruangan megah dan membungkuk memberi salam. Maharaja
kaisar langit yang duduk disinggasananya tersenyum menyambut kedatangan Sehun.
"Turunlah
ke bumi." Perintah maharaja membuat Sehun terkejut bukan main.
Seorang
dewi baru saja dihukum turun ke bumi, lalu ia juga harus turun ke bumi. Sungguh
seberapa ulet otaknya berputar, Sehun tidak menemukan jawaban dimana letak
kesalahannya hingga maharaja mengutusnya turun ke bumi. Memahami gejolak yang
sedang terjadi pada diri dewa kesayangannya, maharaja tersenyum samar.
"Mendekatlah
kemari, aku akan memberikan tugas rahasia."
Tanpa
ragu Sehun mendekati singgasana maharaja kaisar langit. Matanya melebar saat
maharaja menyelesaikan ucapannya dengan berbisik.
"Aku
akan melakukannya, tapi-" Sehun menjeda kalimatnya sesaat "Izinkan
aku mengajukan satu pertanyaan-"
Maharaja
kaisar langit menimbang-nimbang sejenak, mengelus janggut didagunya yang
memutih. "Tentu
saja, katakanlah."
Akhirnya
seorang dewa turun ke bumi mengemban sebuah tugas rahasia tanpa sepengetahuan
penduduk langit.
***
Irene
berjongkok di bawah lampu taman. Ia tidak memiliki tujuan, lebih menyedihkan
lagi kekuatannya pun disegel. Bagaimana ia bertahan hidup tanpa kekuatannya.
Irene bergumam kesal menatap langit, berharap kalau ayahnya-maharaja kaisar
langit berubah pikiran lalu menyuruhnya kembali.
Beberapa
pasang sejoli, pejalan kaki, sampai pesepeda menatap Irene dengan ngeri.
Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik, bergaun putih, rambut terurai, berdiri
di bawah lampu taman. Siapapun akan mengira Irene adalah hantu.
Irene
memegang perutnya yang berbunyi. Kalau saja kekuatannya tidak disegel, ia tidak
akan kelaparan, kedinginan-juga masa hukuman di bumi lebih mudah dijalani.
Irene berjalan tanpa arah mengikuti kemanapun tungkai jenjangnya ingin pergi.
Lama kelamaan kepalanya pusing. Di pertigaan jalan, Irene menyeberang sembarangan
padahal lampu penyeberangan masih berwarna merah. Sebuah mobil dengan kecepatan
tinggi melaju kencang.
Brukk!
Seseorang menarik tubuh Irene yang nyaris tertabrak. Tubuh mereka tersungkur ke
pinggir aspal. Irene meringis kecil mendapati kakinya sedikit nyeri.
"Apa
kau gila?" Ucap lelaki itu kasar lalu mendorong tubuh Irene menjauh
darinya.
Irene
tidak tahu apapun-dan lagi berani sekali seorang manusia meneriakinya. Kalau
saja kekuatannya tidak disegel, Irene sudah memberikan pelajaran pada mulut
kasarnya.
"Apa
kau mau mati? Apa kau bodoh? Lihatlah lampu penyeberangan jalan!" Lelaki
itu mengomeli Irene.
Irene
menatapnya tidak percaya. Ya ampun, bodoh? Mati? Yang benar saja. Ia itu
dewi-sekali lagi dewi. Bagaimana mungkin bisa mati dengan mudah. Irene hampir
saja berteriak, namun tertahan karena harus merahasiakan identitasnya sebagai
dewi jika tidak mau mendapat hukuman lebih.
"Maaf,
maafkan aku." Irene merutuki mulutnya sendiri. "Tapi tuan, bukankah
keterlaluan menyebut seseorang bodoh?"
Lelaki
itu menatap Irene tidak percaya, baru saja diselamatkan tapi gadis itu malah
bersikap menyebalkan. "Kau-"
Kruyuk kruyuk. Bunyi dari dalam perut Irene
membuat lelaki itu berhenti bicara. Irene memegangi perutnya dengan wajah malu.
Tiba-tiba tangan Irene sudah ditarik mengikutinya pergi.
***
Sehun
melirik Irene yang sudah menghabiskan tujuh tusuk bakso ikan. Gadis
disebelahnya seperti orang kelaparan. Menyadari Sehun memperhatikannya, Irene
meletakkan kembali tusukan kedelapannya.
"Maaf
aku-"
"Jangan
sungkan, lanjutkan saja makanmu kalau masih lapar." Potong sehun membuat
bibir Irene mengerucut sebal. Tapi memang benar, perutnya masih belum
kenyang-dan lagi Irene tidak menyangka bahwa makanan bumi yang dijual di
pinggir jalan lumayan enak.
"Dimana
rumahmu?" Sehun melirik Irene dengan sudut matanya, penasaran reaksi
seperti apa yang akan diperlihatkan.
"Itu-sebenarnya
aku-" Irene bingung karena tidak memiliki tempat tujuan. Tapi jika
berbohong ia juga tidak tahu nama tempat di bumi.
"Jangan-jangan
kau gelandangan?" Tanya Sehun dengan raut menyebalkan.
Irene
menggigit bibirnya, sudah tidak terhitung Sehun membuatnya geram. Berani sekali
memanggilnya gelandangan, dia adalah dewi-sekali lagi dewi khayangan. Tapi
semua omelan hanya di hati Irene.
"Terserah,
aku sudah selesai. Terima kasih makananya." Irene membalikkan badannya
dengan cepat meninggalkan Sehun. Tapi baru dua tiga langkah tubuhnya ambruk,
pergelangan kakinya sangat sakit.
"Kau
tidak apa-apa?" Sehun yang baru membayar segera lari menghampiri Irene. Irene
menepis tangan Sehun yang berani menyentuh pergelangan kakinya. Irene menjerit
tertahan saat menggerakan kakinya.
"Kakimu
terkilir." Sehun memeriksa keadaan pergelangan kaki Irene yang terkilir
saat jatuh ke pinggir aspal bersamanya beberapa waktu lalu.
"Naiklah."
Sehun
menepuk punggungnya memberikan isyarat agar Irene naik. Irene masih belum
mengerti apa maksud Sehun, tiba-tiba tangannya ditarik dan tubuhnya sudah
berada di gendongan Sehun.
"Apa
yang kau-"
"Kau
pikir berapa banyak orang yang baik didunia ini? Aku khawatir besok kau
ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa."
Ucapan
Sehun membungkam Irene. Namun perkataan Sehun ada benarnya juga. Tanpa
kekuatannya Irene sama saja dengan manusia pada umumnya. Irene hanya bisa
berdoa semoga Sehun bukan orang yang jahat.
***
Irene
duduk disofa hitam sebuah ruangan berdinding putih-juga seluruh ornamennya.
Irene merasa canggung saat Sehun membawa sebuah kotak obat. Dengan hati-hati
Sehun mengoleskan salep dan melilitkan perban pada pergelangan kakinya.
"Apa
ini rumahmu?" Pertanyaan Irene memecah keheningan.
Sehun
hanya melirik Irene sekilas, berlalu menuju ruangan lain setelah menyelesaikan
perihal perban-memerban. Irene mengedarkan pandangan sekitar mencari sesuatu yang
mencurigakan, atau bisa saja seorang psikopat.
"Apa
kau takut aku psikopat? Lalu membunuhmu dan menjual organ tubuhmu?"
Ucapan
sarkatis Sehun membuat Irene bergidik ngeri, jangan-jangan Sehun benar seorang
psikopat-dan lagi ia bisa membaca isi pikiran Irene.
"Hahaha"
Sehun tertawa geli melihat raut wajah Irene yang berubah total. Irene semakin
ngeri melihat Sehun yang tiba-tiba tertawa.
"Ja-jangan-macam-macam"
Irene menyilangkan kedua tangan didadanya.
Hal
tersebut justru membuat Sehun tersenyum mengejek. Sehun mendekat perlahan
membuat Irene memundurkan tubuhnya kepunggung sofa.
Bugh!
Irene merasakan sesuatu yang empuk dan halus membentur wajahnya. Ternyata Sehun
yang melemparkan selimut dan bantal padanya.
"Dasar
bodoh. Istirahatlah." Sehun mendecakkan lidahnya, berjalan meninggalkan
Irene menaiki tangga menuju ruangannya.
***
Irene
terbangun dari mimpinya setelah aroma manis menguar dihidungnya. Kesadarannya
pulih total. Dari sebuah ruangan-dapur tepatnya, terdengar samar bunyi
penggorengan. Irene baru sadar ia berada di rumah lelaki tidak dikenal.
Irene
melipat selimutnya, merapikan gaunnya yang berantakan, menyisir surai
panjangnya dengan jemari tangan. Irene berjalan menuju dapur dengan langkah
pelan.
"Ehem
ehem." Irene berdehem, membuat Sehun yang sedang sibuk menuangkan sup
menoleh kepadanya. Hanya sesaat, selebihnya kembali fokus pada pekerjaannya. "Aku-aku-"
"Duduklah,
sarapan sudah siap." Sehun berkata acuh, lalu mendudukan dirinya didepan
mini bar. "Apa yang kau tunggu?" Sehun menunjuk tempat duduk di
seberang pada Irene yang masih diam ditempatnya.
Irene
mengangguk kecil dan duduk mengikuti perintah Sehun. Untuk beberapa saat hanya
terdengar bunyi sendok dan garpu yang saling beradu.
"Kau
tidak punya tempat tinggal?"
Pertanyaan
Sehun membuat Irene hampir tersedak. Irene menganggukkan kepalanya lemah,
lagipula ia memang tidak punya tujuan.
"Sebenarnya
kau ini berasal dari mana?"
Irene
menggigit bibir bawahnya. Gawat! Bagaimana ia harus menjawabnya. Tidak mungkin
mengatakan ia adalah dewi yang diturunkan dari khayangan. Ia bisa diejek
habis-habisan oleh Sehun.
"Jangan-jangan
kau kabur dari rumah."
Irene
terdiam sesaat. Benar sekali, lebih baik ia memakai alasan itu saja. "B-benar-benar.
A-aku kabur dari rumah dan tidak punya tujuan." Irene berencana untuk
menggunakan alasan "kabur" mulai sekarang.
"Kenapa?"
Sehun menautkan kedua alisnya, memasang tampang penasaran.
Irene
menggigit bibirnya lagi, memikirkan alasan yang pas.
"A-aku-dijodohkan."
Mendengar
alasan Irene sontak membuat tawa Sehun pecah. Antara kesal dan bersyukur Irene
memandangi Sehun yang menertawainya.
"Jadi?"
Setelah puas tertawa Sehun menatap Irene dengan serius. Irene memasang wajah
tidak mengerti. "Maksudku, kapan kau akan keluar dari rumahku?"
Irene
meneguk salivanya. Gawat! Ternyata ia sudah diusir. Irene berpikir dengan keras
apa yang harus ia katakan. "Apa kau tinggal sendirian?"
Sehun
meletakkan sendoknya. "Seperti yang kau lihat."
"Izinkan
aku tinggal disini, aku mohon."
Sehun
menatap Irene tidak percaya. Wah, gadis didepannya itu sungguh luar biasa.
Bagaimana mungkin meminta tinggal bersama dengan lelaki yang baru saja dikenal.
"Aku
mohon. Hanya sementara, kok. Aku akan bekerja apapun, aku juga akan membayar
sewa ruangan." Irene menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya menunjukkan
gerakan memohon. Irene tidak mau mencari tempat lain yang belum tentu menerimanya-dan
juga kendati menyebalkan tapi Sehun baik padanya.
Sehun
mengetuk-ngetukkan telunjuknya mempertimbangkan permohonan Irene. Beberapa saat
kemudian ia tersenyum samar. "Kalau begitu kau harus bekerja, membersihkan
rumah, menyiapkan makanan dan-" Sehun berhenti sejenak kemudian
melanjutkan ucapannya "melayani semua kebutuhanku."
Irene
menganga lebar mendengar ucapan Sehun. Yang barusan itu seperti pekerjaan
pelayan. Sejak kecil ia sudah dimanja dan dilayani, bagaimana mungkin turun ke
bumi hanya untuk menjadi pelayan. "Maksudmu aku menjadi pembantu?"
Sehun
mengangguk mantap, menikmati setiap reaksi yang tergambar dari wajah porselin
Irene. "Kalau tidak mau ya tidak masalah." Baru akan beranjak dari
duduknya, Irene memegangi pergelangan tangannya.
"Baiklah-baiklah
aku akan menjadi pembantumu."
Akhirnya
Sehun kembali duduk dan tersenyum samar-samar. Sehun meletakkan kedua tangannya
didepan dada. "Panggil aku Sehun-si" Sehun menekankan bagian -si menunjukkan bahwa posisinya harus
dihormati. "Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Irene."
Jawab Irene singkat dengan wajah ditekuk. Lihat saja, saat kembali ke langit
Irene bertekad akan balas dendam pada Sehun.
"Baiklah
Irene dengarkan peraturanku, kau mulai bekerja hari ini." Sehun
mencondongkan badannya dengan tatapan yang serius. "Ruang pribadiku ada
diatas. Aku tidak suka siapapun masuk tanpa izin-juga aku tidak mentolerir
suara berisik." Sehun menatap Irene dengan tajam seakan mengatakan
"awas kalau kau melanggar!".
"Satu
lagi, jangan menggangguku saat bekerja." Sehun lebih menekankan kalimat
terakhirnya. Ia sudah beranjak pergi tapi lagi-lagi Irene menahannya.
"Maaf
Sehun-si. Memangnya apa pekerjaanmu?" Irene mengernyitkan dahinya. Ia
belum tahu kalau ada jenis pekerjaan manusia malam hari dan dilakukan di rumah.
Sehun
terdiam sejenak, terlihat memikirkan sesuatu. "Penulis." Ucap Sehun
singkat sebelum akhirnya melenggang meninggalkan Irene. Terbesit senyum samar
di bibir tipisnya.
***
Beberapa
hari belakangan, napsu makan Sehun berubah total. Bagaimana tidak, hampir
seluruh masakan yang Irene buat kacau, rasanya asin, hambar, gosong, pasti
salah satunya. Pada akhirnya ia menyerah dan menyuruh Irene mengerjakan hal
lain, tidak mau ambil resiko dapurnya hancur.
Sehun
datang dengan beberapa kantong belanjaan. Lalu melemparkan beberapa pada Irene
yang masih sibuk mengelap meja. Irene mengernyit sebal, tapi matanya berbinar
setelah mengeluarkan isinya. Beberapa potong baju dan lainnya.
"Wah
apa semua ini untukku?"
Sehun
merebahkan tubuhnya disofa. Memijat pelipisnya yang mulai berdenyut-denyut.
"Apa
kau mau memakai gaun buruk rupa itu sepanjang waktu? Lihatlah warnanya bahkan
sudah memudar." Sehun menunjuk gaun putih Irene yang setiap hari
dipakai-mengingat Irene tidak memiliki baju ganti lain. Jadi Sehun berbaik hati
membelikan beberapa potong pakaian.
Irene
mengakui gaun putihnya jadi kotor karena dipakai bekerja setiap hari. Tapi
sangat keterlaluan kalau Sehun menyebutnya buruk rupa. Dan lagi gaun itu
berasal dari khayangan, berani sekali Sehun mencelanya.
"Jangan
senang dulu. Itu juga dipotong dari upah kerjamu." Sehun beranjak pergi
menuju ruangannya. "Malam ini aku tidak mau diganggu, kalau ingin makan
pesan saja sendiri." Ucap Sehun samar-diiringi bunyi pintu yang ditutup
dengan keras.
Irene
bergumam kesal. Sifat Sehun memang menyebalkan dari semua manusia yang pernah
ia lihat saat dikhayangan. Kendati begitu Irene merasa Sehun berbeda, selain
baik mengizinkannya tinggal-walaupun tidak gratis- Sehun juga lumayan tampan.
Ketampannya bahkan diatas manusia pada umumnya. Irene mencubit pipi sendiri
menyadarkan imajinasi liarnya.
***
Lebih
dari sepekan, Irene menandai tanggal di kalender dengan warnah merah. Bertahan
sebentar lagi untuk kembali ke khayangan. Irene sangat menantikan hari itu
tiba, apalagi harinya sangat menyenangkan-meskipun lelah menjadi pelayan.
Sudah
pukul sembilan tapi Sehun belum juga turun, biasanya pagi buta Sehun sudah
keluar untuk jogging dan kembali
dengan membawa sarapan. Irene tiba-tiba merasa cemas, beberapa hari belakangan
Sehun sering melewatkan makan malam dengan alasan banyak pekejaan.
Irene
menaiki tangga perlahan agar tidak menimbulkan suara-mengingat Sehun tidak suka
keributan. Saat berada didepan ruangan, Irene ragu mengetuk pintu. Lama sekali
Irene terdiam, namun suara batuk-secara terus menerus- membuatnya semakin
khawatir. Dengan pelan Irene membuka pintu, aroma bunga krysan merebak. Irene terdiam sejenak, merasa familiar dengan aromanya. Irene berjalan masuk-memperhatikan isi
ruangan yang hampir seluruhnya berwarna putih. Irene sangat terkejut melihat
Sehun masih bergumul dalam selimutnya, dengan dahi penuh peluh.
Irene
mendekat tapi Sehun tidak menyadari kedatangannya. Irene menempelkan punggung
tangannya ke dahi Sehun. Dan betapa terkejutnya merasakan suhu tubuh Sehun yang
sangat panas. Irene panik-mengingat ia tidak bisa menggunakan kekuatan seperti
di khayangan. Tanpa pikir panjang Irene bergegas lari kedapur, mencari wadah
dan handuk, menuangkan es kedalamnya.
Ia
berlari kembali ke ruangan Sehun. Mengompers dahi Sehun dengan handuk basah.
Sehun terbatuk-batuk. Irene mengulangi beberapa kali, tapi suhu tubuh Sehun
tetap tinggi. Irene semakin bingung, bagaiman kalau Sehun mati. Rencananya
menjalani hukuman di bumi dengan tenang pasti akan kacau. Dalam keadaan kalut,
Sehun memegangi pergelangan tangannya kuat.
"Apa
yang kau lakukan disini?" Walaupun samar, Irene masih mendengar ucapan
Sehun yang tajam.
"Suhu
tubuhmu panas sekali."
"Cepat
keluar!" Sehun berteriak kemudian terbatuk-batuk. Sehun menepis tangan
Irene yang menjulurkan handuk basah kedahinya.
Irene
tidak gentar, ia juga tidak mau disalahkan-dengan tidak berusaha memberikan
pertolongan apapun. Kalau Sehun mati, ia juga akan kerepotan.
"Dasar
manusia bodoh, kalau aku biarkan kau bisa mati!" Irene membentak.
Sehun
tertawa sinis mendengarnya. Siapa yang baru saja mengatainya manusia bodoh,
berani sekali. Sehun mencengkeram pergelangan tangan Irene dengan kuat-membuat
Irene meringis. Sehun menarik tangan Irene tiba-tiba. Tubuh Irene ambruk, Sehun
menarik pinggang Irene sehingga tubuh mungil itu jatuh kedalam pelukannya.
Irene merasakan panas tubuh Sehun menjalarinya.
"Apa
yang kau lakukan, berani sekali kau manusia-" Irene meronta, tapi
ucapannya terpotong ketika Sehun semakin mengeratkan pelukannya.
"Bukankah
kau bilang ingin menyelamatkanku?" Sehun masih sempat menyunggingkan
senyum sinis. Tubuh Irene mendadak kaku merasakan energi besar memasungnya.
"Pinjami
tubuhmu sebentar."
Irene
merasakan napas berat Sehun menghembus di sekitar lehernya. Suhu tubuhnya
sangat panas, Irene tidak percaya seorang manusia dapat bertahan dengan suhu
begitu tinggi. Perlahan demam Sehun berangsur-angsur turun, Irene justru
merasakan tubuhnya menghangat, jantungnya berdetak cepat. Irene tidak tahu
sejak kapan sudah tertidur didalam pelukan Sehun.
***
Irene
menggeliat malas, kesadarannya mendadak pulih melihat Sehun menatapnya. Irene
menutup matanya lagi mengira sedang bermimpi. Bagaimana mungkin ia bisa
bermimpi tidur disamping-tunggu dulu, Irene membuka matanya dan melotot. Ia
sedang tidak bermimpi, dengan panik Irene bangkit menjauhkan dirinya.
"Apa
yang terjadi, apa yang kau lakukan?" Irene menyilangkan tangannya didepan
dada. Ia sangat lega karena tidak ada satupun pakaiannya yang tanggal.
"Pikirkan
saja sendiri bagaimana kau bisa ada disini." Sehun mendecak pelan, reaksi
Irene terlalu berlebihan-dan lagi memangnya siapa yang mau-sudahlah.
Irene
mengingat lagi apa yang terjadi. Demam, Sehun demam tinggi. Irene merangsek
mendekati Sehun, menempelkan punggung tangannya ke dahi. Ajaib! Irene merasa Sehun
ajaib karena sembuh total dari suhu tinggi.
"Apa
yang kau lakukan sih?" Sehun menepis tangan Irene dari dahinya. Tiba-tiba
jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat.
Irene
tersenyum lebar, tanpa sadar ia memeluk tubuh Sehun dengan erat. Irene sangat khawatir,
Irene bersyukur Sehun manusia paling menyebalkan sudah sehat. "Oh
syukurlah, aku sangat takut kalau kau akan mati."
Tubuh
Sehun mematung, detak jantungnya berdetak sangat kencang. Saking takutnya
terdengar, Sehun mendorong tubuh Irene yang masih memeluknya dengan erat.
"Siapa
yang mengizinkanmu masuk kesini? Dan berani sekali main peluk segala."
Sehun berusaha menutupi kegugupan dengan memarahi Irene.
Irene
menekuk wajahnya. Sudah ditolong tapi tidak tahu terima kasih. Memang siapa
yang memeluknya lebih dulu. Irene baru menyadari bahwa mereka sudah berpelukan,
pipinya mendadak merah padam.
"Aku
akan membuatkan makanan." Irene segera berbalik dan lari keluar ruangan.
Jantungnya berpacu dengan cepat, irene menepuk pipinya yang memanas. Tanpa
sadar Sehun menyunggingkan senyum tipis.
***
Setelah
kejadian berpelukan beberapa hari lalu, hubungan mereka menjadi canggung.
Sarapan dan makan malam terasa sangat aneh. Sehun atau Irene jadi saling
menghindar. Namun tetap saja karena tinggal dalam satu rumah, mereka selalu
berpapasan.
Irene
mengelap peluh dipelipisnya. Seharian ia sibuk membersihkan semua ruangan,
mencuci piring dan baju, bahkan memotong rumput dihalaman. Hidup di khayangan
belum pernah sekalipun Irene menggunakan tubuhnya sampai lelah karena selalu
dilayani. Semenjak hidup di bumi-dan menjadi pembantu- ia mengerjakan segala
pekerjaan rumah tangga.
Kaki
Irene yang pendek berjinjit berusaha mengambil piring dirak atas. Irene jadi
sebal kenapa manusia senang sekali membuat hidup repot, lebih tepatnya Irene
memungkiri kalau tubuhnya pendek. Tangan Irene tidak sengaja menyenggol gelas
kaca, Irene menutup mata mengira gelas menjatuhi kepalanya. Tidak ada yang
terjadi, ternyata Sehun sudah menangkap gelasnya.
"Semua
perabotan dirumahku ini mahal, kau suka sekali menghancurkan." Omel Sehun
meletakkan gelasnya dimeja. Irene memanyunkan bibirnya dengan sebal mendengar
ucapan Sehun.
"Sudah
baik ditolong, dasar manusia tidak tahu terima kasih."
Meskipun
hanya bergumam, tapi masih terdengar jelas sehingga Sehun urung pergi dan
kembali menghampiri Irene. "Apa maksudmu, manusia tidak tahu diri?"
Kali
ini kesabaran Irene sudah mencapai puncaknya. Tubuhnya yang lelah membuat
emosinya terpancing dan berbalik menantang Sehun. "Benar,
kau pikir aku takut? Kau kan cuma manusia!" Ucap Irene ketus.
Sehun
menatap Irene dengan irisnya yang tajam, menyunggingkan senyum sinisnya.
Manusia? berani sekali Irene menyebutnya manusia tidak tahu terima kasih.
"Kau
akan menyalahkanku? Memang siapa yang mau memelukmu, kau lebih dulu yang
memelukku. Kenapa aku yang dimarahi!" Irene meluapkan kekesalannya. Sudah
lama Irene merasa uring-uringan dengan insiden memeluk yang membuat kerja hati
dan otaknya tidak selaras.
"Kau-" Kata-kata
yang belum sempat Sehun ucapkan menguap begitu saja lantaran manik indah Irene
meneteskan air mata.
"Memang
siapa kau? Berani sekali manusia sepertimu membuat jantungku berdebar, membuat
perasaanku kacau, membuat pikiranku kalut!" Irene mengucapkan semua yang
terpendam dihatinya dengan menangis menutupi wajahnya.
Sehun
tertegun mendengar pernyataan mengejutkan itu. Melihat Irene menangis membuat
hatinya teriris, disisi lain muncul secuil perasaan bahagia. Sehun membelai
wajah Irene menghapus air mata dipipinya. Ia mengangkat tubuh Irene keatas mini
bar membuat gadis itu terkejut.
"Kalau
begitu, ayo buat garis yang jelas pada hubungan kita."
Sehun
menatap lekat iris coklat Irene, menarik tengkuknya dengan lembut. Irene
memejamkan matanya saat bibir sehun meyentuh bibirnya. Untuk beberapa lama
bibir mereka saling bertaut, meluapkan rasa cinta melaui ciuman yang dalam.
Sehun
melepaskan ciumannya, membiarkan Irene mengambil napas dalam-dalam. Manik
mereka saling beradu menciptakan lukisan cinta yang indah. Sehun tersenyum
tipis lalu mengecup singkat bibir Irene.
"Semuanya
sudah jelas. Apa kau puas sekarang?"
Irene
mengangguk, menyunggingkan secarik senyum di wajah porselinnya. Irene
merapatkan tubuhnya merangsek kedalam pelukan hangat Sehun.
***
Irene
menatap tanda merah yang tertera dalam kalender dengan perasaan berkecamuk. Hari
yang Irene lewati bersama Sehun sebagai pasangan sangat indah. Mencoba banyak
hal menyenangkan seperti kencan dan menonton film. Disisi lain hati Irene kalut
menyadari waktunya dibumi tinggal sepekan. Saat purnama baru ia harus kembali
ke langit. Harus berpisah dengan Sehun membuat Irene sedih. Sempat ia berpikir
untuk meninggalkan takdirnya sebagai dewi dan tetap tinggal di bumi. Namun ia
juga tidak bisa melukai perasaan Ayahnya-maharaja kaisar langit.
"Apa
yang kau lihat?" Sehun memeluk Irene dari belakang, mendaratkan ciuman
hangat di puncak kepala Irene.
Irene
menggeleng pelan, menutup kalender diatas meja dapur. Irene membalikkan
tubuhnya memeluk Sehun. "Kau sudah makan?"
Sehun
menunjuk beberapa kotak pizza diatas
mini bar. Irene tersenyum senang karena Sehun membawakan makanan kesukaannya.
"Kau-tidak
merindukan orang tuamu?" Pertanyaan Sehun ditengah-tengah acara makan
membuat Irene tersedak. Sehun menyodorkan segelas air yang segera diteguk habis
Irene.
"Ah
itu-"
"Temui
orang tuamu." Sehun memotong kalimat yang belum Irene selesaikan.
"Pulanglah, mereka pasti memaafkan putrinya yang kabur."
Irene
tahu Sehun hanya melontarkan candaan ringan, tapi Irene tetap tidak ingin
tersenyum.
"Tapi-jika
aku kembali, akan sulit bagi kita untuk bertemu." Bukan hanya sulit, tapi
tidak mungkin karena tempatnya kembali adalah kerajaan langit.
"Benarkah?
Kalau begitu aku yang akan menemuimu, Bagaimana?" Sehun mengambil tissu dan melap tangannya tanpa
memperhatikan raut muka Irene.
"Tapi-rumahku
sangat jauh, dan juga-Ayahku adalah orang yang sangat berkuasa. Kau mungkin
akan kesulitan menemuinya." Irene meletakkan potongan pizza, tiba-tiba selera makannya hilang.
Sehun
tersenyum simpul menanggapi ucapan Irene. "Apakah diluar negeri? Kita bisa
naik pesawat terbang. Aku akan melakukan kesepakatan dengan Ayahmu, aku ini
pandai bernegosiasi" Sehun menyanjung dirinya sendiri membuat Irene
tersenyum kaku. Kadang Sehun memang terlalu percaya diri.
"Tapi-
tempat ayahku sangat jauh. Sangat jauh." Senyum Irene mendadak hilang. Ia
mengalihkan matanya agar tidak bertatapan langsung dengan Sehun.
"Kalau
begitu, haruskah aku terbang menggunakan sayap?"
Kalimat
terakhir Sehun membuat Irene tertegun. Irene tahu bahwa Sehun hanya melontarkan
candaan. Tapi Irene semakin menyadari betapa besar perbedaan diantara mereka.
"Benar, kau hanya bisa kesana menggunakan sayap."
***
Sehun
menatap gumpalan awan yang menutupi sebagian badan bulan dari balkon kamarnya.
Sehun menyadari perubahan yang terjadi pada Irene. Ia juga mengetahui hal yang
membuat Irene bersedih dan selalu menyendiri. Kendati begitu, ia tetap tidak
bisa memberitahu apapun pada Irene.
Sehun
mengedarkan netranya menyapu halaman. Didapatinya Irene sedang duduk sendiri
menundukkan kepalanya. Hati Sehun terasa sakit kala menyadari Irene tengah
menangis. Sehun mencengkeram pagar balkon dengan kuat, sayapnya yang putih
mengepak berkilauan. Tapi sebesar apapun ia ingin terbang dan memeluk Irene, ia
tidak bisa melanggar peraturan maharaja kaisar langit.
---
"Aku akan melakukannya,
tapi-" Sehun menjeda kalimatnya sesaat "izinkan aku mengajukan satu
pertanyaan-"
Maharaja kaisar langit
menimbang-nimbang sejenak, mengelus janggut didagunya yang memutih. "Tentu saja,
katakanlah."
"Kenapa maharaja memilihku
menjaganya di bumi?"
Maharaja mengulum senyum tipis,
sesuai dugaannya Sehun akan meminta alasan dalam setiap tugas yang diterima.
Hal tersebut membuat maharaja begitu menyukai sifat Sehun.
"Karena aku percaya kemampuan
dan ketulusanmu." Maharaja mengangguk takzim. "Meskipun putriku
selalu membuat masalah dan keras kepala, tapi ia memiliki hati yang lembut. Dan
aku mempercayaimu untuk membuatnya berubah."
---
Sehun
menatap punggung Irene lekat-lekat. Ia menyadari betapa besar kasih sayang yang
maharaja miliki. Sehun akan memastikan Irene berubah dan kembali ke kerajaan
langit.
***
Purnama
baru akan dimulai tiga hari lagi. Dibanding merenungi kenyataan akan segera
kembali ke khayangan, Irene memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya dengan
bahagia bersama Sehun. Ia harus membuat kenangan indah untuk bisa diingat
selalu. Irene berencana untuk memulainya dengan mengajak Sehun piknik.
Sehun
terbangun dari tidurnya karena bunyi berisik dari arah dapur. Dengan panik
Sehun segera berlari, khawatir terjadi sesuatu pada Irene. Sesampainya didapur
ia terkejut karena Irene memakai celemek dengan tangan belepotan
"Oh
apa kau terbangun? Maaf aku pasti sangat berisik." Ucap Irene menyesal,
tangannya masih sibuk menggulung kimbab.
Sehun
tersenyum, berjalan mendekati Irene lalu mendaratkan kecupan manis. Irene yang
awalnya terkejut akhirnya hanya tersenyum manis.
"Untuk
apa kau membuat banyak makanan?" Sehun menunjuk banyaknya jenis makanan
diatas mini bar. Irene bangun sangat pagi untuk menyiapkan sarapan.
Irene
tersenyum penuh arti, lalu mendekati Sehun dan membisikan sesuatu ketelinganya.
"Piknik?"
Ulang Sehun, memastikan kata yang ia dengar tidak keliru. Irene mengangguk dan
mengerlingkan matanya. Irene membalikkan tubuhnya menghadap Sehun yang masih
tidak percaya dengan ucapannya.
"Aku
mohon." Irene mengedipkan mata memohon, berharap Sehun mau mengajaknya
piknik.
Sehun
mendecakkan lidah, sejujurnya ia paling tidak suka dengan hal seperti piknik.
Tapi karena Irene merengek mau tidak mau Sehun mengatakan ''ok''.
***
Perjalanan
menuju tempat piknik berlalu dengan lancar-mengingat akhir pekan, banyak
pasangan sejoli yang juga menggelar piknik. Sehun dan Irene duduk diatas karpet
dibawah pohon sakura yang mulai mekar. Senyum Irene tidak berhenti tersungging
membuat Sehun merasa tenang.
"Bagaimana
rasanya?" Irene berharap dengan cemas kala Sehun memasukan satu potong
kimbab kedalam mulutnya. Irene sangat takut kalau rasanya tidak enak. Tapi
diluar dugaan karena Sehun mengacungkan jempolnya. Irene tersenyum puas, tidak
sia-sia selama ini belajar memasak.
"Sepertinya
kau cepat belajar, sekarang masakanmu sudah sangat layak." Sehun mencoba
jenis makanan lain yang dibuat Irene. Tapi ia sendiri terkejut karena semuanya
enak.
Kendati
makanannya dipuji, Irene justru memanyunkan bibirnya sebal mendengar kata
"sudah sangat layak", berarti makanannya dulu sangat tidak layak.
Sehun terkekeh melihat reaksi imut dari Irene dengan mencubit pipinya.
"Jangan
memanyunkan bibirmu seperti itu, wajah cantikmu jadi jelek." Cibir Sehun.
Irene semakin menyipitkan matanya, menatap Sehun dengan kesal.
"Kau
tidak akan menemukan wanita yang lebih cantik dariku. Aku akan memberitahukan
satu rahasia, kecantikanku ini adalah level dewi khayangan." Bisik Irene
dengan pelan.
Sehun
mendecakkan lidahnya, menatap Irene dengan wajah seakan mengatakan "ya
ampun kau ini percaya diri sekali." Membuat sebuah pukulan sukses mendarat
di lengannya.
"Kau
tidak percaya?"
"Baiklah
aku percaya." Sehun menghindari pukulan Irene dengan bergeser sedikit
menjauh membuat Irene semakin kesal.
"Kau
tidak percaya kalau aku ini dewi? Aku ini dewi langit, tau. Apa aku perlu
memperlihatkan sayapku juga?"
"Kalau
begitu perlihatkan." Ucap Sehun menantang, Irene siap melemparkan kotak tissu yang ia pegang. Sehun terkekeh
geli melihat wajah sebal Irene.
"Ah
kau pasti akan pingsan kalau aku perlihatkan sayapku yang cantik." Irene
mendecakkan lidahnya. Ia yakin Sehun akan terkejut sampai pingsan kalau saja
Irene bisa memperlihatkan sayapnya. Irene jadi berpikir pasti sangat lucu
mengerjai Sehun dengan kekuatannya, sayang sekali kekuatannya disegel.
"Kalau
kau seorang dewi, aku adalah seorang dewa. Apa aku juga perlu menunjukkan
sayapku yang indah padamu?"
Sebuah
buku nyaris menghantam kepala Sehun. Irene menatap Sehun dengan tatapan sebal.
Irene tidak habis pikir bagaimana mungkin ia sangat menyukai manusia paling
menyebalkan di bumi. Sehun hanya terkekeh pelan.
"Lihatlah,
kau juga tidak percaya kalau aku seorang dewa. Bagaimana mungkin aku percaya
kalau kau ini dewi." Sehun mendecakkan lidahnya.
Namun
reaksi Irene diluar dugaan. Irene terenyuk sejenak, lalu memaksakan seulas
senyuman. Sehun mengutuk dirinya sendiri karena membuat mood Irene berubah.
"Ah
benar juga, mana ada dewi yang terdampar di bumi dan jatuh cinta pada
manusia." Irene memasukkan potongan kimbab kedalam mulutnya. Sebenarnya
hati Irene berteriak, tentu saja ada-dewi bodoh itu adalah dirinya sendiri.
Sehun
mendekati Irene, membelai lembut surai panjangnya yang tertiup angin. Irene
tersenyum simpul menyadari tatapan Sehun yang begitu sayang. Irene menggenggam
tangan Sehun dengan lembut.
"Aku
akan pergi menemui orang tuaku." Irene menundukkan wajahnya. "Mungkin
akan sulit bagi kita bertemu lagi. Tapi-jika kau keberatan, aku tidak akan
pergi."
"Tidak,
pergilah temui mereka." Tidak ada sedikitpun nada ragu di lontaran kalimat
Sehun membuat Irene merasa sedikit kecewa. Padahal jika Sehun melarangnya
pergi, ia mungkin akan mengubah keputusannya.
"Itu
sedikit membuatku kecewa. Tapi, kau harus berjanji beberapa hal padaku-"
Irene menatap Sehun dengan serius.
"Janji?"
Irene
mengangguk, ia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Sehun. "Berjanjilah
Oh Sehun, jika kita tidak bertemu lagi, kau harus hidup dengan bahagia. Juga
temukan wanita yang jauh lebih cantik daripada aku. Kau berjanji?"
Sehun
menarik paksa jari kelingkingnya. Janji macam apa itu. Membuat wajah Irene
cemberut.
"Kau
harus berjanji. Ok?" Irene menarik paksa jari kelingking Sehun dan
menautkan pada kelingkingnya seperti semula.
"Ok.
Kalau begitu kau harus percaya padaku." Kini giliran Sehun yang menatap
Irene serius. Irene mengerutkan dahinya tidak memahami maksud ucapan Sehun.
"Kau
harus percaya bahwa aku akan menemuimu."
Irene
terhenyuk sesaat, kemudian mengangguk. Ia tidak pernah yakin apakah mereka akan
bertemu lagi. Tapi melihat kesungguhan kalimat Sehun membuat Irene sedikit
bahagia. Setidaknya Sehun berusaha mencarinya walaupun akhirnya Irene tahu
mereka tidak akan pernah bertemu. Air yang tertahan di pelupuk mata Irene
akhirnya meleleh.
"Apa
yang harus aku lakukan jika merindukanmu?"
Sehun
menyeka air mata Irene dan memeluknya erat. Membelai lembut rambut Irene untuk
menenangkan isakan tangisnya.
"Aku
akan terbang menemuimu."
Irene
tertawa kecil mendenger jawaban Sehun lalu memukul lengan Sehun dengan sebal. "Dasar
bodoh." Ucap Irene membuat Sehun tersenyum lega.
***
Purnama
baru sudah berlalu. Perpisahan itu tidak bisa dielakkan lagi. Akhirnya Irene
kembali ke khayangan dan mendapatkan posisi semula sebagai dewi. Meskipun
begitu, Irene justru merasa tidak bahagia. Ia akan tetap tersenyum dihadapan maharaja
dan maharatu tapi sebenarnya kebahagiaannya sudah jauh tertinggal dibumi.
Irene
berjalan dipelataran kerajaan dengan bosan, menunggu satu hari berlalu terasa
sangat lama padahal dulu harinya sangat menyenangkan-dulu saat bersama Sehun,
namun tidak lagi sekarang.
Irene
berhenti sejenak saat beberapa dewa yang mengenakan topeng lewat. Irene merasa familiar dengan aroma itu, aroma bunga krysan. Irene menoleh mengamati mereka.
Namun Irene tidak ingat dimana pernah mencium aroma seperti itu, kemampuannya
mengingat hal-hal kecil memang sangat payah. Irene melanjutkan kembali
perjalanannya.
***
Irene
melewati pekarangan kerajaan. Lagi-lagi ia berpapasan dengan segerombolan dewa
yang mengenakan topeng. Irene bergumam kenapa ia merasa aneh saat melewati sekumpulan
dewa bertopeng, padahal dulu Irene bahkan tidak menggubris para dewa itu saat
dewi-dewi lain bercerita tentang ketampanan mereka.
Irene
masuk kedalam ruangan utama. Maharaja kaisar langit yang duduk disinggasana
tersenyum menyambut kedatangannya.
"Aku
dengar kau melakukan banyak pekerjaan setelah kembali ke langit?"
"Aku
hanya membantu pekerjaan istana yang sepele. Jika maharaja mengizinkan, aku
akan melaksanakan tugas langsung dari maharaja." Ucap Irene sopan.
Maharaja
kaisar langit tertawa dengan sumringah. Ternyata putrinya yang manja dan keras
kepala benar-benar sudah berubah. Ia yakin Irene mendapatkan banyak pelajaran
saat diturunkan ke bumi.
"Aku
dengar, kau hampir saja menyukai manusia bumi. Benarkah?" Maharaja
berdehem ringan.
Irene
yang terkejut hanya bisa mengalihkan wajahnya. Irene merutuk dalam hati, awas
saja jika ia menemukan biang yang menyebarkan gosip sampai ketelinga Ayahnya.
"Itu-emm-itu-hanya
gosip." Irene mengelak seadanya. Payah! Sebenarnya ia hanya khawatir kalau
Ayahnya mencari tahu tentang Sehun dan membuat hidup lelaki itu susah.
"Hmm
baiklah, tapi aku ingin memperkenalkan seseorang padamu."
Irene
menautkan kedua alisnya. Perasaannya jadi tidak enak. Tanda seperti itu
biasanya-lelaki. Irene merutuk dalam hati, ia belum siap menerima lelaki lain.
"Aku
tahu kau belum siap." Jawab maharaja diikuti anggukan semangat Irene
"tapi, cobalah temua dia sekali. Tolak saja secara langsung kalau kau
tidak suka."
Yes!
Irene berteriak dalam hati. Tentu saja dengan senang hati ia akan menolaknya.
Lagipula, ia sudah merasa seluruh hatinya tertinggal pada Sehun di bumi. Irene
mengangguk paham dan pamit dari hadapan maharaja segera.
***
Irene
berjalan menuju taman istana dengan langkah berat. Setidaknya ia harus datang,
lihat, dan tolak- selesai. Irene melihat seseorang berdiri memunggunginya. Tapi
Irene lagi-lagi hanya merasa familiar
dengan postur tubuh seperti itu. Irene berjalan beberapa langkah mendekatinya.
"Maaf,
apakah kau-"
Lelaki
itu berbalik, Irene terdiam, ternyata salah satu dewa bertopeng-yang selalu
disebut tampan oleh dewi-dewi.
"Sebenarnya
aku datang kesini untuk-"
"Aku
tahu." Potong dewa bertopeng.
Deg!
Irene merasakan jantungnya berdebar-debar. Suara itu, suara yang sangat Irene
rindukan sampai hampir mati.
"K-kau-"
Dewa
itu membuka topengnya perlahan, lalu tersenyum menatap Irene yang mematung di
tempatnya.
"Lama
tidak bertemu." Sehun menyunggingkan senyum manisnya. Sebenarnya selama
ini Sehun tidak tahan karena selalu berpapasan dengan Irene. Hanya saja
maharaja kaisar langit baru memberikan izin untuk menemui putrinya.
"S-siapa
kau?" Tanya Irene dengan suara bergetar, ia tidak percaya Sehun berdiri
dihadapannya dan-seorang dewa.
"Kita
tidak bertemu beberapa pekan, tapi sepertinya kau sudah melupakanku. Apakah aku
harus resmi memperkenalkan diri lagi." Sehun mendecakkan lidahnya
"Baiklah, aku adalah Oh Sehun-"
Sehun
belum menyelesaikan ucapannya, tapi Irene sudah berlari memeluknya dengan erat.
Sehun balas memeluk Irene dengan erat. Ia sudah sangat merindukan aroma tubuh
Irene.
"Apa
kau gila? Bagaimana bisa kau seorang dewa?" Irene berteriak diiringi
isakan tangisnya yang pecah. Irene tidak tahu apapun, ia sungguh tidak berpikir
kalau Sehun adalah dewa.
"Aku
sudah mengatakan aku pasti akan menemuimu, dasar bodoh." Sehun membelai
surai panjang Irene untuk menenangkan tangisnya.
Irene
melepas pelukan Sehun, menatapnya masih dengan tidak percaya. "Jadi kau
membohongiku selama ini?"
"Aku
tidak berbohong. Bukankah aku pernah bilang kalau aku adalah dewa?"
Irene
memukul lengan Sehun dengan keras. Yang benar saja, mana mungkin Irene percaya
kalau Sehun mengatakannya dengan nada bercanda.
"Dan
juga, semua adalah rencana maharaja. Aku juga korban." Sehun dengan
entengnya menyalahkan maharaja kaisar langit. Sebuah pukulan mendarat di lengan
Sehun sekali lagi, membuatnya merintih kesakitan.
"Kita
baru bertemu tapi kau sudah memukulku, apa kau tidak merindukanku?" Sehun
protes keras. Setelah kekuatan Irene kembali, entah kenapa pukulannya juga
terasa semakin menyakitkan.
Irene
mengecup bibir Sehun secara singkat, membuat Sehun bungkam. Pipi Irene berubah
merah muda. Sehun menarik Irene lebih dekat padanya, lalu mendaratkan kecupan
hangat dibibir merah Irene.
"Aku
sangat merindukanmu." Sehun membelai lembut puncak kepala Irene.
Menyingkirkan helaiaan rambut yang menutupi wajah cantiknya. Irene mengangguk,
mengatakan hal yang sama.
"Jadi
kau datang untuk menolakku atau menerimaku?"
Irene
mengerucutkan bibirnya sebal, ternyata bukan saat menjadi manusia saja Sehun
menyebalkan, bahkan setelah kembali menjadi dewa sifat menyebalkannya tidak
hilang.
"Aku
mencintaimu, Sehun-si." Ucap Irene malu.
Sehun
tersenyum dan menarik tengkuk Irene. Sehun mendaratkan ciuman manisnya, lagi
dan lagi. Sampai ciuman mereka menjadi semakin hangat dan dalam.
"Aku
juga mencintaimu, Irene." Bisik Sehun ditengah ciumannya yang semakin
hangat. Dari atas singgasananya maharaja kaisar langit tersenyum senang.
The
end-
Note:
Cerita yang dibuat dari hati yang paling dalam. Mohon tinggalkan sepatah dua patah kata di kolom komentar! Ghamsahamnida~