Rain

Rain Cloud

Sabtu, 16 April 2016

Irene & Sehun FF Angel's Love Story (Oneshoot)



FF Angel’s Love Story


Staring : Sehun&Irene || By : Sae || Genre : Romance Fantasy || Type  : Oneshoot

"Suatu hari yang cerah, seorang dewi khayangan diturunkan ke bumi. Ia harus menjalani hukuman selama satu purnama di bumi. Dengan satu syarat ia dapat kembali: Dilarang jatuh cinta pada penduduk bumi."

Kerajaan langit baru saja menghukum seorang dewi dengan menurunkannya ke bumi. Tidak terhitung sudah berapa kali Sehun mendengarnya hampir di setiap sudut kerajaan langit, membuat kerja telinganya sakit. Sehun masuk ke dalam sebuah ruangan megah dan membungkuk memberi salam. Maharaja kaisar langit yang duduk disinggasananya tersenyum menyambut kedatangan Sehun.
 
"Turunlah ke bumi." Perintah maharaja membuat Sehun terkejut bukan main.

Seorang dewi baru saja dihukum turun ke bumi, lalu ia juga harus turun ke bumi. Sungguh seberapa ulet otaknya berputar, Sehun tidak menemukan jawaban dimana letak kesalahannya hingga maharaja mengutusnya turun ke bumi. Memahami gejolak yang sedang terjadi pada diri dewa kesayangannya, maharaja tersenyum samar.

"Mendekatlah kemari, aku akan memberikan tugas rahasia."

Tanpa ragu Sehun mendekati singgasana maharaja kaisar langit. Matanya melebar saat maharaja menyelesaikan ucapannya dengan berbisik.

"Aku akan melakukannya, tapi-" Sehun menjeda kalimatnya sesaat "Izinkan aku mengajukan satu pertanyaan-"

Maharaja kaisar langit menimbang-nimbang sejenak, mengelus janggut didagunya yang memutih. "Tentu saja, katakanlah."

Akhirnya seorang dewa turun ke bumi mengemban sebuah tugas rahasia tanpa sepengetahuan penduduk langit.

***

Irene berjongkok di bawah lampu taman. Ia tidak memiliki tujuan, lebih menyedihkan lagi kekuatannya pun disegel. Bagaimana ia bertahan hidup tanpa kekuatannya. Irene bergumam kesal menatap langit, berharap kalau ayahnya-maharaja kaisar langit berubah pikiran lalu menyuruhnya kembali.

Beberapa pasang sejoli, pejalan kaki, sampai pesepeda menatap Irene dengan ngeri. Bagaimana tidak? Seorang gadis cantik, bergaun putih, rambut terurai, berdiri di bawah lampu taman. Siapapun akan mengira Irene adalah hantu.

Irene memegang perutnya yang berbunyi. Kalau saja kekuatannya tidak disegel, ia tidak akan kelaparan, kedinginan-juga masa hukuman di bumi lebih mudah dijalani. Irene berjalan tanpa arah mengikuti kemanapun tungkai jenjangnya ingin pergi. Lama kelamaan kepalanya pusing. Di pertigaan jalan, Irene menyeberang sembarangan padahal lampu penyeberangan masih berwarna merah. Sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju kencang.

Brukk! Seseorang menarik tubuh Irene yang nyaris tertabrak. Tubuh mereka tersungkur ke pinggir aspal. Irene meringis kecil mendapati kakinya sedikit nyeri.

"Apa kau gila?" Ucap lelaki itu kasar lalu mendorong tubuh Irene menjauh darinya.

Irene tidak tahu apapun-dan lagi berani sekali seorang manusia meneriakinya. Kalau saja kekuatannya tidak disegel, Irene sudah memberikan pelajaran pada mulut kasarnya.

"Apa kau mau mati? Apa kau bodoh? Lihatlah lampu penyeberangan jalan!" Lelaki itu mengomeli Irene.

Irene menatapnya tidak percaya. Ya ampun, bodoh? Mati? Yang benar saja. Ia itu dewi-sekali lagi dewi. Bagaimana mungkin bisa mati dengan mudah. Irene hampir saja berteriak, namun tertahan karena harus merahasiakan identitasnya sebagai dewi jika tidak mau mendapat hukuman lebih.

"Maaf, maafkan aku." Irene merutuki mulutnya sendiri. "Tapi tuan, bukankah keterlaluan menyebut seseorang bodoh?"

Lelaki itu menatap Irene tidak percaya, baru saja diselamatkan tapi gadis itu malah bersikap menyebalkan. "Kau-"

Kruyuk kruyuk. Bunyi dari dalam perut Irene membuat lelaki itu berhenti bicara. Irene memegangi perutnya dengan wajah malu. Tiba-tiba tangan Irene sudah ditarik mengikutinya pergi.

***

Sehun melirik Irene yang sudah menghabiskan tujuh tusuk bakso ikan. Gadis disebelahnya seperti orang kelaparan. Menyadari Sehun memperhatikannya, Irene meletakkan kembali tusukan kedelapannya.

"Maaf aku-"

"Jangan sungkan, lanjutkan saja makanmu kalau masih lapar." Potong sehun membuat bibir Irene mengerucut sebal. Tapi memang benar, perutnya masih belum kenyang-dan lagi Irene tidak menyangka bahwa makanan bumi yang dijual di pinggir jalan lumayan enak.

"Dimana rumahmu?" Sehun melirik Irene dengan sudut matanya, penasaran reaksi seperti apa yang akan diperlihatkan.

"Itu-sebenarnya aku-" Irene bingung karena tidak memiliki tempat tujuan. Tapi jika berbohong ia juga tidak tahu nama tempat di bumi.

"Jangan-jangan kau gelandangan?" Tanya Sehun dengan raut menyebalkan.

Irene menggigit bibirnya, sudah tidak terhitung Sehun membuatnya geram. Berani sekali memanggilnya gelandangan, dia adalah dewi-sekali lagi dewi khayangan. Tapi semua omelan hanya di hati Irene.

"Terserah, aku sudah selesai. Terima kasih makananya." Irene membalikkan badannya dengan cepat meninggalkan Sehun. Tapi baru dua tiga langkah tubuhnya ambruk, pergelangan kakinya sangat sakit.

"Kau tidak apa-apa?" Sehun yang baru membayar segera lari menghampiri Irene. Irene menepis tangan Sehun yang berani menyentuh pergelangan kakinya. Irene menjerit tertahan saat menggerakan kakinya.

"Kakimu terkilir." Sehun memeriksa keadaan pergelangan kaki Irene yang terkilir saat jatuh ke pinggir aspal bersamanya beberapa waktu lalu. "Naiklah."

Sehun menepuk punggungnya memberikan isyarat agar Irene naik. Irene masih belum mengerti apa maksud Sehun, tiba-tiba tangannya ditarik dan tubuhnya sudah berada di gendongan Sehun.

"Apa yang kau-"

"Kau pikir berapa banyak orang yang baik didunia ini? Aku khawatir besok kau ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa." 

Ucapan Sehun membungkam Irene. Namun perkataan Sehun ada benarnya juga. Tanpa kekuatannya Irene sama saja dengan manusia pada umumnya. Irene hanya bisa berdoa semoga Sehun bukan orang yang jahat.

***

Irene duduk disofa hitam sebuah ruangan berdinding putih-juga seluruh ornamennya. Irene merasa canggung saat Sehun membawa sebuah kotak obat. Dengan hati-hati Sehun mengoleskan salep dan melilitkan perban pada pergelangan kakinya.

"Apa ini rumahmu?" Pertanyaan Irene memecah keheningan.

Sehun hanya melirik Irene sekilas, berlalu menuju ruangan lain setelah menyelesaikan perihal perban-memerban. Irene mengedarkan pandangan sekitar mencari sesuatu yang mencurigakan, atau bisa saja seorang psikopat.

"Apa kau takut aku psikopat? Lalu membunuhmu dan menjual organ tubuhmu?"

Ucapan sarkatis Sehun membuat Irene bergidik ngeri, jangan-jangan Sehun benar seorang psikopat-dan lagi ia bisa membaca isi pikiran Irene.

"Hahaha" Sehun tertawa geli melihat raut wajah Irene yang berubah total. Irene semakin ngeri melihat Sehun yang tiba-tiba tertawa.

"Ja-jangan-macam-macam" Irene menyilangkan kedua tangan didadanya.

Hal tersebut justru membuat Sehun tersenyum mengejek. Sehun mendekat perlahan membuat Irene memundurkan tubuhnya kepunggung sofa. 

Bugh! Irene merasakan sesuatu yang empuk dan halus membentur wajahnya. Ternyata Sehun yang melemparkan selimut dan bantal padanya.

"Dasar bodoh. Istirahatlah." Sehun mendecakkan lidahnya, berjalan meninggalkan Irene menaiki tangga menuju ruangannya.

***

Irene terbangun dari mimpinya setelah aroma manis menguar dihidungnya. Kesadarannya pulih total. Dari sebuah ruangan-dapur tepatnya, terdengar samar bunyi penggorengan. Irene baru sadar ia berada di rumah lelaki tidak dikenal.

Irene melipat selimutnya, merapikan gaunnya yang berantakan, menyisir surai panjangnya dengan jemari tangan. Irene berjalan menuju dapur dengan langkah pelan.

"Ehem ehem." Irene berdehem, membuat Sehun yang sedang sibuk menuangkan sup menoleh kepadanya. Hanya sesaat, selebihnya kembali fokus pada pekerjaannya. "Aku-aku-"
 
"Duduklah, sarapan sudah siap." Sehun berkata acuh, lalu mendudukan dirinya didepan mini bar. "Apa yang kau tunggu?" Sehun menunjuk tempat duduk di seberang pada Irene yang masih diam ditempatnya.

Irene mengangguk kecil dan duduk mengikuti perintah Sehun. Untuk beberapa saat hanya terdengar bunyi sendok dan garpu yang saling beradu.

"Kau tidak punya tempat tinggal?"

Pertanyaan Sehun membuat Irene hampir tersedak. Irene menganggukkan kepalanya lemah, lagipula ia memang tidak punya tujuan.

"Sebenarnya kau ini berasal dari mana?"

Irene menggigit bibir bawahnya. Gawat! Bagaimana ia harus menjawabnya. Tidak mungkin mengatakan ia adalah dewi yang diturunkan dari khayangan. Ia bisa diejek habis-habisan oleh Sehun.

"Jangan-jangan kau kabur dari rumah." 

Irene terdiam sesaat. Benar sekali, lebih baik ia memakai alasan itu saja. "B-benar-benar. A-aku kabur dari rumah dan tidak punya tujuan." Irene berencana untuk menggunakan alasan "kabur" mulai sekarang.
 
"Kenapa?" Sehun menautkan kedua alisnya, memasang tampang penasaran.

Irene menggigit bibirnya lagi, memikirkan alasan yang pas. "A-aku-dijodohkan."

Mendengar alasan Irene sontak membuat tawa Sehun pecah. Antara kesal dan bersyukur Irene memandangi Sehun yang menertawainya. 

"Jadi?" Setelah puas tertawa Sehun menatap Irene dengan serius. Irene memasang wajah tidak mengerti. "Maksudku, kapan kau akan keluar dari rumahku?"

Irene meneguk salivanya. Gawat! Ternyata ia sudah diusir. Irene berpikir dengan keras apa yang harus ia katakan. "Apa kau tinggal sendirian?"

Sehun meletakkan sendoknya. "Seperti yang kau lihat."

"Izinkan aku tinggal disini, aku mohon."

Sehun menatap Irene tidak percaya. Wah, gadis didepannya itu sungguh luar biasa. Bagaimana mungkin meminta tinggal bersama dengan lelaki yang baru saja dikenal.

"Aku mohon. Hanya sementara, kok. Aku akan bekerja apapun, aku juga akan membayar sewa ruangan." Irene menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya menunjukkan gerakan memohon. Irene tidak mau mencari tempat lain yang belum tentu menerimanya-dan juga kendati menyebalkan tapi Sehun baik padanya.

Sehun mengetuk-ngetukkan telunjuknya mempertimbangkan permohonan Irene. Beberapa saat kemudian ia tersenyum samar. "Kalau begitu kau harus bekerja, membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan-" Sehun berhenti sejenak kemudian melanjutkan ucapannya "melayani semua kebutuhanku."

Irene menganga lebar mendengar ucapan Sehun. Yang barusan itu seperti pekerjaan pelayan. Sejak kecil ia sudah dimanja dan dilayani, bagaimana mungkin turun ke bumi hanya untuk menjadi pelayan. "Maksudmu aku menjadi pembantu?"

Sehun mengangguk mantap, menikmati setiap reaksi yang tergambar dari wajah porselin Irene. "Kalau tidak mau ya tidak masalah." Baru akan beranjak dari duduknya, Irene memegangi pergelangan tangannya.

"Baiklah-baiklah aku akan menjadi pembantumu."

Akhirnya Sehun kembali duduk dan tersenyum samar-samar. Sehun meletakkan kedua tangannya didepan dada. "Panggil aku Sehun-si" Sehun menekankan bagian -si menunjukkan bahwa posisinya harus dihormati. "Ngomong-ngomong siapa namamu?"

"Irene." Jawab Irene singkat dengan wajah ditekuk. Lihat saja, saat kembali ke langit Irene bertekad akan balas dendam pada Sehun.

"Baiklah Irene dengarkan peraturanku, kau mulai bekerja hari ini." Sehun mencondongkan badannya dengan tatapan yang serius. "Ruang pribadiku ada diatas. Aku tidak suka siapapun masuk tanpa izin-juga aku tidak mentolerir suara berisik." Sehun menatap Irene dengan tajam seakan mengatakan "awas kalau kau melanggar!".

"Satu lagi, jangan menggangguku saat bekerja." Sehun lebih menekankan kalimat terakhirnya. Ia sudah beranjak pergi tapi lagi-lagi Irene menahannya.

"Maaf Sehun-si. Memangnya apa pekerjaanmu?" Irene mengernyitkan dahinya. Ia belum tahu kalau ada jenis pekerjaan manusia malam hari dan dilakukan di rumah.

Sehun terdiam sejenak, terlihat memikirkan sesuatu. "Penulis." Ucap Sehun singkat sebelum akhirnya melenggang meninggalkan Irene. Terbesit senyum samar di bibir tipisnya.

***

Beberapa hari belakangan, napsu makan Sehun berubah total. Bagaimana tidak, hampir seluruh masakan yang Irene buat kacau, rasanya asin, hambar, gosong, pasti salah satunya. Pada akhirnya ia menyerah dan menyuruh Irene mengerjakan hal lain, tidak mau ambil resiko dapurnya hancur.

Sehun datang dengan beberapa kantong belanjaan. Lalu melemparkan beberapa pada Irene yang masih sibuk mengelap meja. Irene mengernyit sebal, tapi matanya berbinar setelah mengeluarkan isinya. Beberapa potong baju dan lainnya.

"Wah apa semua ini untukku?"

Sehun merebahkan tubuhnya disofa. Memijat pelipisnya yang mulai berdenyut-denyut.

"Apa kau mau memakai gaun buruk rupa itu sepanjang waktu? Lihatlah warnanya bahkan sudah memudar." Sehun menunjuk gaun putih Irene yang setiap hari dipakai-mengingat Irene tidak memiliki baju ganti lain. Jadi Sehun berbaik hati membelikan beberapa potong pakaian.

Irene mengakui gaun putihnya jadi kotor karena dipakai bekerja setiap hari. Tapi sangat keterlaluan kalau Sehun menyebutnya buruk rupa. Dan lagi gaun itu berasal dari khayangan, berani sekali Sehun mencelanya.

"Jangan senang dulu. Itu juga dipotong dari upah kerjamu." Sehun beranjak pergi menuju ruangannya. "Malam ini aku tidak mau diganggu, kalau ingin makan pesan saja sendiri." Ucap Sehun samar-diiringi bunyi pintu yang ditutup dengan keras.

Irene bergumam kesal. Sifat Sehun memang menyebalkan dari semua manusia yang pernah ia lihat saat dikhayangan. Kendati begitu Irene merasa Sehun berbeda, selain baik mengizinkannya tinggal-walaupun tidak gratis- Sehun juga lumayan tampan. Ketampannya bahkan diatas manusia pada umumnya. Irene mencubit pipi sendiri menyadarkan imajinasi liarnya.

***

Lebih dari sepekan, Irene menandai tanggal di kalender dengan warnah merah. Bertahan sebentar lagi untuk kembali ke khayangan. Irene sangat menantikan hari itu tiba, apalagi harinya sangat menyenangkan-meskipun lelah menjadi pelayan.

Sudah pukul sembilan tapi Sehun belum juga turun, biasanya pagi buta Sehun sudah keluar untuk jogging dan kembali dengan membawa sarapan. Irene tiba-tiba merasa cemas, beberapa hari belakangan Sehun sering melewatkan makan malam dengan alasan banyak pekejaan.

Irene menaiki tangga perlahan agar tidak menimbulkan suara-mengingat Sehun tidak suka keributan. Saat berada didepan ruangan, Irene ragu mengetuk pintu. Lama sekali Irene terdiam, namun suara batuk-secara terus menerus- membuatnya semakin khawatir. Dengan pelan Irene membuka pintu, aroma bunga krysan merebak. Irene terdiam sejenak, merasa familiar dengan aromanya. Irene berjalan masuk-memperhatikan isi ruangan yang hampir seluruhnya berwarna putih. Irene sangat terkejut melihat Sehun masih bergumul dalam selimutnya, dengan dahi penuh peluh.

Irene mendekat tapi Sehun tidak menyadari kedatangannya. Irene menempelkan punggung tangannya ke dahi Sehun. Dan betapa terkejutnya merasakan suhu tubuh Sehun yang sangat panas. Irene panik-mengingat ia tidak bisa menggunakan kekuatan seperti di khayangan. Tanpa pikir panjang Irene bergegas lari kedapur, mencari wadah dan handuk, menuangkan es kedalamnya.

Ia berlari kembali ke ruangan Sehun. Mengompers dahi Sehun dengan handuk basah. Sehun terbatuk-batuk. Irene mengulangi beberapa kali, tapi suhu tubuh Sehun tetap tinggi. Irene semakin bingung, bagaiman kalau Sehun mati. Rencananya menjalani hukuman di bumi dengan tenang pasti akan kacau. Dalam keadaan kalut, Sehun memegangi pergelangan tangannya kuat.

"Apa yang kau lakukan disini?" Walaupun samar, Irene masih mendengar ucapan Sehun yang tajam.

"Suhu tubuhmu panas sekali."

"Cepat keluar!" Sehun berteriak kemudian terbatuk-batuk. Sehun menepis tangan Irene yang menjulurkan handuk basah kedahinya.

Irene tidak gentar, ia juga tidak mau disalahkan-dengan tidak berusaha memberikan pertolongan apapun. Kalau Sehun mati, ia juga akan kerepotan.

"Dasar manusia bodoh, kalau aku biarkan kau bisa mati!" Irene membentak.

Sehun tertawa sinis mendengarnya. Siapa yang baru saja mengatainya manusia bodoh, berani sekali. Sehun mencengkeram pergelangan tangan Irene dengan kuat-membuat Irene meringis. Sehun menarik tangan Irene tiba-tiba. Tubuh Irene ambruk, Sehun menarik pinggang Irene sehingga tubuh mungil itu jatuh kedalam pelukannya. Irene merasakan panas tubuh Sehun menjalarinya.

"Apa yang kau lakukan, berani sekali kau manusia-" Irene meronta, tapi ucapannya terpotong ketika Sehun semakin mengeratkan pelukannya.

"Bukankah kau bilang ingin menyelamatkanku?" Sehun masih sempat menyunggingkan senyum sinis. Tubuh Irene mendadak kaku merasakan energi besar memasungnya.

"Pinjami tubuhmu sebentar."

Irene merasakan napas berat Sehun menghembus di sekitar lehernya. Suhu tubuhnya sangat panas, Irene tidak percaya seorang manusia dapat bertahan dengan suhu begitu tinggi. Perlahan demam Sehun berangsur-angsur turun, Irene justru merasakan tubuhnya menghangat, jantungnya berdetak cepat. Irene tidak tahu sejak kapan sudah tertidur didalam pelukan Sehun.

***

Irene menggeliat malas, kesadarannya mendadak pulih melihat Sehun menatapnya. Irene menutup matanya lagi mengira sedang bermimpi. Bagaimana mungkin ia bisa bermimpi tidur disamping-tunggu dulu, Irene membuka matanya dan melotot. Ia sedang tidak bermimpi, dengan panik Irene bangkit menjauhkan dirinya.

"Apa yang terjadi, apa yang kau lakukan?" Irene menyilangkan tangannya didepan dada. Ia sangat lega karena tidak ada satupun pakaiannya yang tanggal.

"Pikirkan saja sendiri bagaimana kau bisa ada disini." Sehun mendecak pelan, reaksi Irene terlalu berlebihan-dan lagi memangnya siapa yang mau-sudahlah.

Irene mengingat lagi apa yang terjadi. Demam, Sehun demam tinggi. Irene merangsek mendekati Sehun, menempelkan punggung tangannya ke dahi. Ajaib! Irene merasa Sehun ajaib karena sembuh total dari suhu tinggi.

"Apa yang kau lakukan sih?" Sehun menepis tangan Irene dari dahinya. Tiba-tiba jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat.

Irene tersenyum lebar, tanpa sadar ia memeluk tubuh Sehun dengan erat. Irene sangat khawatir, Irene bersyukur Sehun manusia paling menyebalkan sudah sehat. "Oh syukurlah, aku sangat takut kalau kau akan mati." 
 
Tubuh Sehun mematung, detak jantungnya berdetak sangat kencang. Saking takutnya terdengar, Sehun mendorong tubuh Irene yang masih memeluknya dengan erat.

"Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini? Dan berani sekali main peluk segala." Sehun berusaha menutupi kegugupan dengan memarahi Irene.

Irene menekuk wajahnya. Sudah ditolong tapi tidak tahu terima kasih. Memang siapa yang memeluknya lebih dulu. Irene baru menyadari bahwa mereka sudah berpelukan, pipinya mendadak merah padam.

"Aku akan membuatkan makanan." Irene segera berbalik dan lari keluar ruangan. Jantungnya berpacu dengan cepat, irene menepuk pipinya yang memanas. Tanpa sadar Sehun menyunggingkan senyum tipis.

***

Setelah kejadian berpelukan beberapa hari lalu, hubungan mereka menjadi canggung. Sarapan dan makan malam terasa sangat aneh. Sehun atau Irene jadi saling menghindar. Namun tetap saja karena tinggal dalam satu rumah, mereka selalu berpapasan.

Irene mengelap peluh dipelipisnya. Seharian ia sibuk membersihkan semua ruangan, mencuci piring dan baju, bahkan memotong rumput dihalaman. Hidup di khayangan belum pernah sekalipun Irene menggunakan tubuhnya sampai lelah karena selalu dilayani. Semenjak hidup di bumi-dan menjadi pembantu- ia mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga.

Kaki Irene yang pendek berjinjit berusaha mengambil piring dirak atas. Irene jadi sebal kenapa manusia senang sekali membuat hidup repot, lebih tepatnya Irene memungkiri kalau tubuhnya pendek. Tangan Irene tidak sengaja menyenggol gelas kaca, Irene menutup mata mengira gelas menjatuhi kepalanya. Tidak ada yang terjadi, ternyata Sehun sudah menangkap gelasnya.

"Semua perabotan dirumahku ini mahal, kau suka sekali menghancurkan." Omel Sehun meletakkan gelasnya dimeja. Irene memanyunkan bibirnya dengan sebal mendengar ucapan Sehun.

"Sudah baik ditolong, dasar manusia tidak tahu terima kasih."

Meskipun hanya bergumam, tapi masih terdengar jelas sehingga Sehun urung pergi dan kembali menghampiri Irene. "Apa maksudmu, manusia tidak tahu diri?"

Kali ini kesabaran Irene sudah mencapai puncaknya. Tubuhnya yang lelah membuat emosinya terpancing dan berbalik menantang Sehun. "Benar, kau pikir aku takut? Kau kan cuma manusia!" Ucap Irene ketus.
 
Sehun menatap Irene dengan irisnya yang tajam, menyunggingkan senyum sinisnya. Manusia? berani sekali Irene menyebutnya manusia tidak tahu terima kasih.

"Kau akan menyalahkanku? Memang siapa yang mau memelukmu, kau lebih dulu yang memelukku. Kenapa aku yang dimarahi!" Irene meluapkan kekesalannya. Sudah lama Irene merasa uring-uringan dengan insiden memeluk yang membuat kerja hati dan otaknya tidak selaras.

"Kau-" Kata-kata yang belum sempat Sehun ucapkan menguap begitu saja lantaran manik indah Irene meneteskan air mata.
 
"Memang siapa kau? Berani sekali manusia sepertimu membuat jantungku berdebar, membuat perasaanku kacau, membuat pikiranku kalut!" Irene mengucapkan semua yang terpendam dihatinya dengan menangis menutupi wajahnya.

Sehun tertegun mendengar pernyataan mengejutkan itu. Melihat Irene menangis membuat hatinya teriris, disisi lain muncul secuil perasaan bahagia. Sehun membelai wajah Irene menghapus air mata dipipinya. Ia mengangkat tubuh Irene keatas mini bar membuat gadis itu terkejut.

"Kalau begitu, ayo buat garis yang jelas pada hubungan kita."

Sehun menatap lekat iris coklat Irene, menarik tengkuknya dengan lembut. Irene memejamkan matanya saat bibir sehun meyentuh bibirnya. Untuk beberapa lama bibir mereka saling bertaut, meluapkan rasa cinta melaui ciuman yang dalam.

Sehun melepaskan ciumannya, membiarkan Irene mengambil napas dalam-dalam. Manik mereka saling beradu menciptakan lukisan cinta yang indah. Sehun tersenyum tipis lalu mengecup singkat bibir Irene.

"Semuanya sudah jelas. Apa kau puas sekarang?"

Irene mengangguk, menyunggingkan secarik senyum di wajah porselinnya. Irene merapatkan tubuhnya merangsek kedalam pelukan hangat Sehun.

***

Irene menatap tanda merah yang tertera dalam kalender dengan perasaan berkecamuk. Hari yang Irene lewati bersama Sehun sebagai pasangan sangat indah. Mencoba banyak hal menyenangkan seperti kencan dan menonton film. Disisi lain hati Irene kalut menyadari waktunya dibumi tinggal sepekan. Saat purnama baru ia harus kembali ke langit. Harus berpisah dengan Sehun membuat Irene sedih. Sempat ia berpikir untuk meninggalkan takdirnya sebagai dewi dan tetap tinggal di bumi. Namun ia juga tidak bisa melukai perasaan Ayahnya-maharaja kaisar langit.

"Apa yang kau lihat?" Sehun memeluk Irene dari belakang, mendaratkan ciuman hangat di puncak kepala Irene.

Irene menggeleng pelan, menutup kalender diatas meja dapur. Irene membalikkan tubuhnya memeluk Sehun. "Kau sudah makan?"

Sehun menunjuk beberapa kotak pizza diatas mini bar. Irene tersenyum senang karena Sehun membawakan makanan kesukaannya.

"Kau-tidak merindukan orang tuamu?" Pertanyaan Sehun ditengah-tengah acara makan membuat Irene tersedak. Sehun menyodorkan segelas air yang segera diteguk habis Irene.

"Ah itu-"

"Temui orang tuamu." Sehun memotong kalimat yang belum Irene selesaikan. "Pulanglah, mereka pasti memaafkan putrinya yang kabur."

Irene tahu Sehun hanya melontarkan candaan ringan, tapi Irene tetap tidak ingin tersenyum.

"Tapi-jika aku kembali, akan sulit bagi kita untuk bertemu." Bukan hanya sulit, tapi tidak mungkin karena tempatnya kembali adalah kerajaan langit.

"Benarkah? Kalau begitu aku yang akan menemuimu, Bagaimana?" Sehun mengambil tissu dan melap tangannya tanpa memperhatikan raut muka Irene.

"Tapi-rumahku sangat jauh, dan juga-Ayahku adalah orang yang sangat berkuasa. Kau mungkin akan kesulitan menemuinya." Irene meletakkan potongan pizza, tiba-tiba selera makannya hilang.

Sehun tersenyum simpul menanggapi ucapan Irene. "Apakah diluar negeri? Kita bisa naik pesawat terbang. Aku akan melakukan kesepakatan dengan Ayahmu, aku ini pandai bernegosiasi" Sehun menyanjung dirinya sendiri membuat Irene tersenyum kaku. Kadang Sehun memang terlalu percaya diri.

"Tapi- tempat ayahku sangat jauh. Sangat jauh." Senyum Irene mendadak hilang. Ia mengalihkan matanya agar tidak bertatapan langsung dengan Sehun.

"Kalau begitu, haruskah aku terbang menggunakan sayap?"

Kalimat terakhir Sehun membuat Irene tertegun. Irene tahu bahwa Sehun hanya melontarkan candaan. Tapi Irene semakin menyadari betapa besar perbedaan diantara mereka. "Benar, kau hanya bisa kesana menggunakan sayap."

***

Sehun menatap gumpalan awan yang menutupi sebagian badan bulan dari balkon kamarnya. Sehun menyadari perubahan yang terjadi pada Irene. Ia juga mengetahui hal yang membuat Irene bersedih dan selalu menyendiri. Kendati begitu, ia tetap tidak bisa memberitahu apapun pada Irene.

Sehun mengedarkan netranya menyapu halaman. Didapatinya Irene sedang duduk sendiri menundukkan kepalanya. Hati Sehun terasa sakit kala menyadari Irene tengah menangis. Sehun mencengkeram pagar balkon dengan kuat, sayapnya yang putih mengepak berkilauan. Tapi sebesar apapun ia ingin terbang dan memeluk Irene, ia tidak bisa melanggar peraturan maharaja kaisar langit.

---

"Aku akan melakukannya, tapi-" Sehun menjeda kalimatnya sesaat "izinkan aku mengajukan satu pertanyaan-"

Maharaja kaisar langit menimbang-nimbang sejenak, mengelus janggut didagunya yang memutih. "Tentu saja, katakanlah."
 
"Kenapa maharaja memilihku menjaganya di bumi?"

Maharaja mengulum senyum tipis, sesuai dugaannya Sehun akan meminta alasan dalam setiap tugas yang diterima. Hal tersebut membuat maharaja begitu menyukai sifat Sehun.

"Karena aku percaya kemampuan dan ketulusanmu." Maharaja mengangguk takzim. "Meskipun putriku selalu membuat masalah dan keras kepala, tapi ia memiliki hati yang lembut. Dan aku mempercayaimu untuk membuatnya berubah."

---

Sehun menatap punggung Irene lekat-lekat. Ia menyadari betapa besar kasih sayang yang maharaja miliki. Sehun akan memastikan Irene berubah dan kembali ke kerajaan langit.

***

Purnama baru akan dimulai tiga hari lagi. Dibanding merenungi kenyataan akan segera kembali ke khayangan, Irene memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya dengan bahagia bersama Sehun. Ia harus membuat kenangan indah untuk bisa diingat selalu. Irene berencana untuk memulainya dengan mengajak Sehun piknik.

Sehun terbangun dari tidurnya karena bunyi berisik dari arah dapur. Dengan panik Sehun segera berlari, khawatir terjadi sesuatu pada Irene. Sesampainya didapur ia terkejut karena Irene memakai celemek dengan tangan belepotan

"Oh apa kau terbangun? Maaf aku pasti sangat berisik." Ucap Irene menyesal, tangannya masih sibuk menggulung kimbab.

Sehun tersenyum, berjalan mendekati Irene lalu mendaratkan kecupan manis. Irene yang awalnya terkejut akhirnya hanya tersenyum manis.

"Untuk apa kau membuat banyak makanan?" Sehun menunjuk banyaknya jenis makanan diatas mini bar. Irene bangun sangat pagi untuk menyiapkan sarapan.

Irene tersenyum penuh arti, lalu mendekati Sehun dan membisikan sesuatu ketelinganya.

"Piknik?" Ulang Sehun, memastikan kata yang ia dengar tidak keliru. Irene mengangguk dan mengerlingkan matanya. Irene membalikkan tubuhnya menghadap Sehun yang masih tidak percaya dengan ucapannya.

"Aku mohon." Irene mengedipkan mata memohon, berharap Sehun mau mengajaknya piknik.

Sehun mendecakkan lidah, sejujurnya ia paling tidak suka dengan hal seperti piknik. Tapi karena Irene merengek mau tidak mau Sehun mengatakan ''ok''.

***

Perjalanan menuju tempat piknik berlalu dengan lancar-mengingat akhir pekan, banyak pasangan sejoli yang juga menggelar piknik. Sehun dan Irene duduk diatas karpet dibawah pohon sakura yang mulai mekar. Senyum Irene tidak berhenti tersungging membuat Sehun merasa tenang.

"Bagaimana rasanya?" Irene berharap dengan cemas kala Sehun memasukan satu potong kimbab kedalam mulutnya. Irene sangat takut kalau rasanya tidak enak. Tapi diluar dugaan karena Sehun mengacungkan jempolnya. Irene tersenyum puas, tidak sia-sia selama ini belajar memasak.

"Sepertinya kau cepat belajar, sekarang masakanmu sudah sangat layak." Sehun mencoba jenis makanan lain yang dibuat Irene. Tapi ia sendiri terkejut karena semuanya enak.

Kendati makanannya dipuji, Irene justru memanyunkan bibirnya sebal mendengar kata "sudah sangat layak", berarti makanannya dulu sangat tidak layak. Sehun terkekeh melihat reaksi imut dari Irene dengan mencubit pipinya.

"Jangan memanyunkan bibirmu seperti itu, wajah cantikmu jadi jelek." Cibir Sehun. Irene semakin menyipitkan matanya, menatap Sehun dengan kesal.

"Kau tidak akan menemukan wanita yang lebih cantik dariku. Aku akan memberitahukan satu rahasia, kecantikanku ini adalah level dewi khayangan." Bisik Irene dengan pelan. 

Sehun mendecakkan lidahnya, menatap Irene dengan wajah seakan mengatakan "ya ampun kau ini percaya diri sekali." Membuat sebuah pukulan sukses mendarat di lengannya.

"Kau tidak percaya?"

"Baiklah aku percaya." Sehun menghindari pukulan Irene dengan bergeser sedikit menjauh membuat Irene semakin kesal.

"Kau tidak percaya kalau aku ini dewi? Aku ini dewi langit, tau. Apa aku perlu memperlihatkan sayapku juga?"

"Kalau begitu perlihatkan." Ucap Sehun menantang, Irene siap melemparkan kotak tissu yang ia pegang. Sehun terkekeh geli melihat wajah sebal Irene.

"Ah kau pasti akan pingsan kalau aku perlihatkan sayapku yang cantik." Irene mendecakkan lidahnya. Ia yakin Sehun akan terkejut sampai pingsan kalau saja Irene bisa memperlihatkan sayapnya. Irene jadi berpikir pasti sangat lucu mengerjai Sehun dengan kekuatannya, sayang sekali kekuatannya disegel.

"Kalau kau seorang dewi, aku adalah seorang dewa. Apa aku juga perlu menunjukkan sayapku yang indah padamu?"

Sebuah buku nyaris menghantam kepala Sehun. Irene menatap Sehun dengan tatapan sebal. Irene tidak habis pikir bagaimana mungkin ia sangat menyukai manusia paling menyebalkan di bumi. Sehun hanya terkekeh pelan.

"Lihatlah, kau juga tidak percaya kalau aku seorang dewa. Bagaimana mungkin aku percaya kalau kau ini dewi." Sehun mendecakkan lidahnya.

Namun reaksi Irene diluar dugaan. Irene terenyuk sejenak, lalu memaksakan seulas senyuman. Sehun mengutuk dirinya sendiri karena membuat mood Irene berubah.

"Ah benar juga, mana ada dewi yang terdampar di bumi dan jatuh cinta pada manusia." Irene memasukkan potongan kimbab kedalam mulutnya. Sebenarnya hati Irene berteriak, tentu saja ada-dewi bodoh itu adalah dirinya sendiri.

Sehun mendekati Irene, membelai lembut surai panjangnya yang tertiup angin. Irene tersenyum simpul menyadari tatapan Sehun yang begitu sayang. Irene menggenggam tangan Sehun dengan lembut.

"Aku akan pergi menemui orang tuaku." Irene menundukkan wajahnya. "Mungkin akan sulit bagi kita bertemu lagi. Tapi-jika kau keberatan, aku tidak akan pergi."

"Tidak, pergilah temui mereka." Tidak ada sedikitpun nada ragu di lontaran kalimat Sehun membuat Irene merasa sedikit kecewa. Padahal jika Sehun melarangnya pergi, ia mungkin akan mengubah keputusannya.

"Itu sedikit membuatku kecewa. Tapi, kau harus berjanji beberapa hal padaku-" Irene menatap Sehun dengan serius.

"Janji?"

Irene mengangguk, ia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Sehun. "Berjanjilah Oh Sehun, jika kita tidak bertemu lagi, kau harus hidup dengan bahagia. Juga temukan wanita yang jauh lebih cantik daripada aku. Kau berjanji?"

Sehun menarik paksa jari kelingkingnya. Janji macam apa itu. Membuat wajah Irene cemberut.

"Kau harus berjanji. Ok?" Irene menarik paksa jari kelingking Sehun dan menautkan pada kelingkingnya seperti semula.

"Ok. Kalau begitu kau harus percaya padaku." Kini giliran Sehun yang menatap Irene serius. Irene mengerutkan dahinya tidak memahami maksud ucapan Sehun.

"Kau harus percaya bahwa aku akan menemuimu."

Irene terhenyuk sesaat, kemudian mengangguk. Ia tidak pernah yakin apakah mereka akan bertemu lagi. Tapi melihat kesungguhan kalimat Sehun membuat Irene sedikit bahagia. Setidaknya Sehun berusaha mencarinya walaupun akhirnya Irene tahu mereka tidak akan pernah bertemu. Air yang tertahan di pelupuk mata Irene akhirnya meleleh.

"Apa yang harus aku lakukan jika merindukanmu?"

Sehun menyeka air mata Irene dan memeluknya erat. Membelai lembut rambut Irene untuk menenangkan isakan tangisnya.

"Aku akan terbang menemuimu."

Irene tertawa kecil mendenger jawaban Sehun lalu memukul lengan Sehun dengan sebal. "Dasar bodoh." Ucap Irene membuat Sehun tersenyum lega.
 
***

Purnama baru sudah berlalu. Perpisahan itu tidak bisa dielakkan lagi. Akhirnya Irene kembali ke khayangan dan mendapatkan posisi semula sebagai dewi. Meskipun begitu, Irene justru merasa tidak bahagia. Ia akan tetap tersenyum dihadapan maharaja dan maharatu tapi sebenarnya kebahagiaannya sudah jauh tertinggal dibumi.

Irene berjalan dipelataran kerajaan dengan bosan, menunggu satu hari berlalu terasa sangat lama padahal dulu harinya sangat menyenangkan-dulu saat bersama Sehun, namun tidak lagi sekarang.
Irene berhenti sejenak saat beberapa dewa yang mengenakan topeng lewat. Irene merasa familiar dengan aroma itu, aroma bunga krysan. Irene menoleh mengamati mereka. Namun Irene tidak ingat dimana pernah mencium aroma seperti itu, kemampuannya mengingat hal-hal kecil memang sangat payah. Irene melanjutkan kembali perjalanannya.

***

Irene melewati pekarangan kerajaan. Lagi-lagi ia berpapasan dengan segerombolan dewa yang mengenakan topeng. Irene bergumam kenapa ia merasa aneh saat melewati sekumpulan dewa bertopeng, padahal dulu Irene bahkan tidak menggubris para dewa itu saat dewi-dewi lain bercerita tentang ketampanan mereka.

Irene masuk kedalam ruangan utama. Maharaja kaisar langit yang duduk disinggasana tersenyum menyambut kedatangannya.

"Aku dengar kau melakukan banyak pekerjaan setelah kembali ke langit?"

"Aku hanya membantu pekerjaan istana yang sepele. Jika maharaja mengizinkan, aku akan melaksanakan tugas langsung dari maharaja." Ucap Irene sopan.

Maharaja kaisar langit tertawa dengan sumringah. Ternyata putrinya yang manja dan keras kepala benar-benar sudah berubah. Ia yakin Irene mendapatkan banyak pelajaran saat diturunkan ke bumi.

"Aku dengar, kau hampir saja menyukai manusia bumi. Benarkah?" Maharaja berdehem ringan.

Irene yang terkejut hanya bisa mengalihkan wajahnya. Irene merutuk dalam hati, awas saja jika ia menemukan biang yang menyebarkan gosip sampai ketelinga Ayahnya.

"Itu-emm-itu-hanya gosip." Irene mengelak seadanya. Payah! Sebenarnya ia hanya khawatir kalau Ayahnya mencari tahu tentang Sehun dan membuat hidup lelaki itu susah.

"Hmm baiklah, tapi aku ingin memperkenalkan seseorang padamu."

Irene menautkan kedua alisnya. Perasaannya jadi tidak enak. Tanda seperti itu biasanya-lelaki. Irene merutuk dalam hati, ia belum siap menerima lelaki lain.

"Aku tahu kau belum siap." Jawab maharaja diikuti anggukan semangat Irene "tapi, cobalah temua dia sekali. Tolak saja secara langsung kalau kau tidak suka."

Yes! Irene berteriak dalam hati. Tentu saja dengan senang hati ia akan menolaknya. Lagipula, ia sudah merasa seluruh hatinya tertinggal pada Sehun di bumi. Irene mengangguk paham dan pamit dari hadapan maharaja segera.

***

Irene berjalan menuju taman istana dengan langkah berat. Setidaknya ia harus datang, lihat, dan tolak- selesai. Irene melihat seseorang berdiri memunggunginya. Tapi Irene lagi-lagi hanya merasa familiar dengan postur tubuh seperti itu. Irene berjalan beberapa langkah mendekatinya.

"Maaf, apakah kau-" 

Lelaki itu berbalik, Irene terdiam, ternyata salah satu dewa bertopeng-yang selalu disebut tampan oleh dewi-dewi.

"Sebenarnya aku datang kesini untuk-"

"Aku tahu." Potong dewa bertopeng.

Deg! Irene merasakan jantungnya berdebar-debar. Suara itu, suara yang sangat Irene rindukan sampai hampir mati.

"K-kau-"

Dewa itu membuka topengnya perlahan, lalu tersenyum menatap Irene yang mematung di tempatnya.

"Lama tidak bertemu." Sehun menyunggingkan senyum manisnya. Sebenarnya selama ini Sehun tidak tahan karena selalu berpapasan dengan Irene. Hanya saja maharaja kaisar langit baru memberikan izin untuk menemui putrinya.

"S-siapa kau?" Tanya Irene dengan suara bergetar, ia tidak percaya Sehun berdiri dihadapannya dan-seorang dewa.

"Kita tidak bertemu beberapa pekan, tapi sepertinya kau sudah melupakanku. Apakah aku harus resmi memperkenalkan diri lagi." Sehun mendecakkan lidahnya "Baiklah, aku adalah Oh Sehun-"

Sehun belum menyelesaikan ucapannya, tapi Irene sudah berlari memeluknya dengan erat. Sehun balas memeluk Irene dengan erat. Ia sudah sangat merindukan aroma tubuh Irene.

"Apa kau gila? Bagaimana bisa kau seorang dewa?" Irene berteriak diiringi isakan tangisnya yang pecah. Irene tidak tahu apapun, ia sungguh tidak berpikir kalau Sehun adalah dewa.

"Aku sudah mengatakan aku pasti akan menemuimu, dasar bodoh." Sehun membelai surai panjang Irene untuk menenangkan tangisnya.

Irene melepas pelukan Sehun, menatapnya masih dengan tidak percaya. "Jadi kau membohongiku selama ini?"

"Aku tidak berbohong. Bukankah aku pernah bilang kalau aku adalah dewa?"

Irene memukul lengan Sehun dengan keras. Yang benar saja, mana mungkin Irene percaya kalau Sehun mengatakannya dengan nada bercanda.

"Dan juga, semua adalah rencana maharaja. Aku juga korban." Sehun dengan entengnya menyalahkan maharaja kaisar langit. Sebuah pukulan mendarat di lengan Sehun sekali lagi, membuatnya merintih kesakitan.

"Kita baru bertemu tapi kau sudah memukulku, apa kau tidak merindukanku?" Sehun protes keras. Setelah kekuatan Irene kembali, entah kenapa pukulannya juga terasa semakin menyakitkan.

Irene mengecup bibir Sehun secara singkat, membuat Sehun bungkam. Pipi Irene berubah merah muda. Sehun menarik Irene lebih dekat padanya, lalu mendaratkan kecupan hangat dibibir merah Irene.

"Aku sangat merindukanmu." Sehun membelai lembut puncak kepala Irene. Menyingkirkan helaiaan rambut yang menutupi wajah cantiknya. Irene mengangguk, mengatakan hal yang sama.

"Jadi kau datang untuk menolakku atau menerimaku?"

Irene mengerucutkan bibirnya sebal, ternyata bukan saat menjadi manusia saja Sehun menyebalkan, bahkan setelah kembali menjadi dewa sifat menyebalkannya tidak hilang.

"Aku mencintaimu, Sehun-si." Ucap Irene malu.

Sehun tersenyum dan menarik tengkuk Irene. Sehun mendaratkan ciuman manisnya, lagi dan lagi. Sampai ciuman mereka menjadi semakin hangat dan dalam.

"Aku juga mencintaimu, Irene." Bisik Sehun ditengah ciumannya yang semakin hangat. Dari atas singgasananya maharaja kaisar langit tersenyum senang.

The end-

Note:
Cerita yang dibuat dari hati yang paling dalam. Mohon tinggalkan sepatah dua patah kata di kolom komentar! Ghamsahamnida~